Just another free Blogger theme

Politik

KOMENTAR ARTIKEL “CEASELESS ACTIVITY TO SEEK PEACE IN LIVING TOGETHER WITH OTHERS. CATHOLICS IN DIALOGUE WITH MUSLIMS”

    Paus Fransiskus disambut hangat Ulama Islam        Rm. Armada Riyanto menuliskan artikel dengan judul “ Ceaseless Activity to Seek Pea...

Rabu, 22 Juni 2022



       Masyarakat Indonesia tidak hanya membutuhkan seorang pemimpin yang mampu membuat suatu kebijakan kenegaraan bagi kepentingan umum, tetapi lebih dari itu. Masyarakat membutuhkan seorang pemimpin yang mampu mewujudkan tujuan dari cita-cita bersama dalam satu negera. Hal inilah yang menjadi kesulitan dari para calon pemimpin dalam membangun kepercayaan masyarakat.

       Penulis telah membaca hasil survey yang dilakukan oleh berbagai lembaga survey tentang nama-nama yang akan tampil di pilpres 2024. Lembaga survey kompas merilis hasil surveynya terkait elektabilitas para tokoh yang maju di pilpres 2024. Beberapa nama yang disebutkan seperti Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Khofifah Indra Parawansa, Sandiaga Uno, dan Puan Maharani.

       Semua nama yang telah disebutkan lembaga survey kompas memiliki peran sekarang dalam lembaga pemerintah. Mereka menjabat dalam lembaga pemerintah sebagai Menteri, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Gubernur. Mereka memiliki potensi untuk menjadi pemimpin nomor satu dalam negara Indonesia. Akan tetapi, tidak semuanya mampu menjadi pemimpin yang mewujudkan tujuan umum masyarakat Indonesia.

       Penulis menyebutkan tiga indikator atau tolak ukur yang membantu kita dalam memilih pemimpin yang tepat dari nama-nama yang telah disebutkan oleh lembaga survey kompas.

1.        Kehidupan dalam Realitas Sosial

       Kita harus melihat seperti apa dia hidup dalam suatu lingkungan sosial dengan segala ciri dan kualifikasinya. Apakah ia sungguh-sungguh menjadi bagian dari lingkungan sosialnya? Seorang yang cocok menjadi pemimpin adalah orang yang memiliki visi dalam lingkungan sosial, membiarkan dirinya ditarik oleh visi itu, tanpa peduli orang mengikutinya atau tidak, tidak peduli dengan kepentingan tertentu, ia memuaskan dirinya dengan visi yang berguna bagi lingkungannya.

       Dia memiliki perhatian yang total untuk masyarakat di lingkungannya. Sekarang kita lihat nama-nama yang telah disebutkan oleh lembaga survey dalam kehidupan sosial mereka sekarang. Apakah mereka melakukan sesuatu berdasarkan visi yang membangun kepentingan umum atau tidak?

2.        Kebebasan Akal dan Batin

         Dia memiliki kebebasan dalam akal dan batinnya. Mengapa ini menjadi penting? Banyak pemimpin kita itu bekerja di bawah kontrol orang lain. Dia mudah dipengaruhi oleh kelompok-kelompok tertentu. Dia tidak menggunakan akal dan batinnya untuk menunjukkan hakikatnya sebagai pemimpin. Dengan itu, kita bisa menyaksikan bersama bahwa banyak pemimpin itu menggunakan kebebasanya untuk menguntungkan kelompok tertentu dan memanipulasi kelompok lain. Ini yang perlu kita hindari bersama-bersama.

       Pemimpin yang baik itu, pemimpin yang mengunakan kebebasan demi kebaikan diri dan orang lain. Kebebasan ini memampukan dia bukan hanya untuk menyampaikan kebenaran kepada diri dan kelompoknya, tetapi juga menyatakan kebenaran untuk umum.

3.        Aktivitas yang Benar

Dia mampu melakukan suatu aktivitas yang benar. Aktivitas yang benar itu ditunjukkan dalam sikap yang tepat dan tingkah laku yang benar. Seorang pemimpin tidak hanya secara meyakinkan mampu bicara tentang kebenaran kepada orang lain. Pemimpin bukan saja mampu menceritakan kebenaran hanya dalam kata-kata, melainkan dia juga harus menunjukkan kebenaran lewat sikap, tingkah laku, dan hidupnya sendiri.

****

Semua kita tentu memimpikan pemimpin yang unggul, kuat dan berani mengambil sikap dan keputusan yang penuh resiko untuk kepentingan negara. Tiga kriteria di atas bisa menjadi pegangan kita dalam menentukan pemimpin yang tepat untuk pilpres 2024. 

 

 

Senin, 20 Juni 2022

 

Gambar: Kelas III SD Katolik Sta. Maria I-Malang, Jawa Timur

Peran kurikulum dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis sangat penting untuk para murid Indonesia sekarang. Rancangan pendidikan yang termuat dalam kurikulum mampu membentuk murid yang tidak terpisah dengan perkembangan masyarakat. Semua potensi murid dikembangkan sesuai tuntutan kurikulum dalam menjawabi kebutuhan di tengah masyarakat.

Menurut Buchori sebagai pengamat perkembangan pendidikan, kurikulum pendidikan yang baik pada hakikatnya harus bersifat antisipatoris dan prepatoris, selalu mengacu ke masa depan, dan selalu mempersiapkan murid untuk kehidupan masa depan yang lebih baik, bermutu dan bermakna. Dengan itu, kurikulum Indonesia setelah mengalami perubahan sebanyak 12 (dua belas) kali, dari tahun 1947, 1950, 1958, 1969, 1968, 1975, 1986, 1994, 2004, 2006, dan kurikulum 2013 untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat.

Akan tetapi, penulis memiliki perbedaan pandangan terkait penekanan dari kurikulum yang dirancang pemerintah Indonesia. Kurikulum yang dirancang sejak tahun 1947 sampai 2013 masih didominasi oleh pandangan perenialisme dan esensialisme. Konten kurikulum yang lebih banyak menekankan murid pada penguasaan konsep, teori dan hal yang terkait dengan disiplin ilmu. Murid lebih banyak belajar dengan mengkaji teks-teks dalam memahami suatu fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Mereka tidak terlibat dalam menganalisis atau mengkritisi masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat.

Para murid Indonesia dewasa ini mengikuti kurikulum 2013 sebagai acuan dalam proses pendidikan nasional. Secara eksplisit dikatakan bahwa kurikulum 2013 tidak mengikuti satu aliran filsafat pendidikan, baik aliran filsafat perenialisme, esensialisme, progresivisme, dan rekonstruksionisme. Kurikulum 2013 mengikuti aliran-aliran filsafat tersebut secara eklektik (pengabungan dari semua aliran filsafat). Akan tetapi, penulis memahami kurikulum 2013 lebih bercorak pada filsafat perenialisme dan esensialisme.

Pertama, perenialisme. Murid dididik untuk menjadi pribadi yang rasional dengan lebih banyak mempelajari ilmu masa lampau dari teks-teks. Peran dari murid juga sangat pasif, guru justru yang lebih aktif dalam membentuk cara berpikir murid. Guru dipandang sebagai pribadi yang memiliki kualifikasi akademik dalam menjelaskan suatu pengetahuan. Misalkan, guru lebih banyak menyampaikan pengetahuan secara lisan dan menggunakan metode sokrates (bertanya) untuk membentuk pikiran rasional murid. Kedua, esensialisme. Murid didorong untuk lebih banyak memahami konsep, prinsip-prinsip dan teori-teori ilmiah dari berbagai bidang studi, agar mereka menjadi orang yang memiliki kemampuan intelektual yang memadai. Mereka lebih banyak ditekankan pada keterampilan membaca, menalar dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

Konsekuensi dari kurikulum 2013 adalah murid menjadi pembelajar yang hanya bisa transfer pengetahuan dan keterampilan dari gurunya dan teks-teks. Peran dari guru lebih penting dari pada pengembangan inisiatif murid dalam belajar. Murid tidak memiliki kecakapan menalar yang lahir dari pemikiran sendiri, melainkan menalar sesuatu berdasarkan pemikiran tokoh tertentu.

Kurikulum Merdeka

Kurikulum Pendidikan Nasional Indonesia dewasa ini mestinya lebih menekankan pada corak rekonstruksionisme daripada perenialisme dan esensialisme. Murid tidak hanya menekankan segi kognitif, melainkan mereka mampu merekonstruksi masyarakat melalui analisis yang kritis. Mereka didorong untuk lebih banyak melakukan metode riset sosial, dan analisis problem sosial, ekonomi dan politik. Fokus pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan konteks kebutuhan masyarakat sekaran dan yang akan dantang. Dengan itu, murid mengetahui secara jelas realitas kehidupan masyarakat Indonesia yang sebenarnya, masalah-masalah dalam bangsa dan transformasi sosial yang perlu dilakukan untuk kemajuan bangsa.

Penulis mengharapkan rancangan kurikulum merdeka yang baru berdasarkan pada pandangan aliran rekonstruksionisme. Kurikulum merdeka mampu mewujudkan; (a) Murid yang memiliki keterampilan atau sifat yang dibutuhkan zaman sekarang. (b) Murid yang memiliki pola pikir dan hidup sesuai dengan nilai-nilai budaya yang ada di Indonesia. Dengan itu, sistem pendidikan Indonesia selalu aktual karena penekanan pembelajaran bagi peserta didik selalu berdasarkan kepentingan Indonesia yang sudah ada dan yang akan datang.

Murid sekarang juga sedah masuk dalam zaman millenial atau gerasi Z (generation net) yang terbiasa dengan internet. Kehadiran internet mendorong murid sekarang masuk dalam budaya yang serba cepat dan tak tahan dengan hal-hal yang lambat. Mereka juga dapat memperoleh informasi dari berbagai penjuru dunia setiap saat melalui internet. Dengan itu, kurikulum merdeka perlu menekankan kemampuan murid dalam menganalisis secara kritis, memilih, dan mengambil keputusan dalam hidup. Murid memiliki kemampuan dalam memilah informasi yang positif dan negatif yang tersebar di internet. 

Cara pandang murid yang menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan mesti diubah dengan cepat. Peran guru juga sebagai pribadi yang menjelaskan pengetahuan kepada murid mesti dikurangi dalam kurikulum merdeka. Guru hanya berperan sebagai fasilitator atau teman dalam membantu murid untuk memahami dan menyadari masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Murid yang lebih berkreatifitas dalam menganalisis secara kritis dan menemukan jawaban atas masalah-masalah dalam bangsa. Oleh karena itu, materi pendidikan yang ditekankan dalam kurikulum merdeka harus disesuaikan dengan realitas yang terjadi di masyarakat dan berpedoman pada kebutuhan masyarkaat.