Gambar: Kelas III SD Katolik Sta. Maria I-Malang, Jawa Timur
Peran
kurikulum dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis sangat penting untuk
para murid Indonesia sekarang. Rancangan pendidikan yang termuat dalam
kurikulum mampu membentuk murid yang tidak terpisah dengan perkembangan
masyarakat. Semua potensi murid dikembangkan sesuai tuntutan kurikulum dalam
menjawabi kebutuhan di tengah masyarakat.
Menurut
Buchori sebagai pengamat perkembangan pendidikan, kurikulum pendidikan yang
baik pada hakikatnya harus bersifat antisipatoris dan prepatoris, selalu
mengacu ke masa depan, dan selalu mempersiapkan murid untuk kehidupan masa
depan yang lebih baik, bermutu dan bermakna. Dengan itu, kurikulum Indonesia
setelah mengalami perubahan sebanyak 12 (dua belas) kali, dari tahun 1947,
1950, 1958, 1969, 1968, 1975, 1986, 1994, 2004, 2006, dan kurikulum 2013 untuk
menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat.
Akan
tetapi, penulis memiliki perbedaan pandangan terkait penekanan dari kurikulum
yang dirancang pemerintah Indonesia. Kurikulum yang dirancang sejak tahun 1947
sampai 2013 masih didominasi oleh pandangan perenialisme dan esensialisme.
Konten kurikulum yang lebih banyak menekankan murid pada penguasaan konsep,
teori dan hal yang terkait dengan disiplin ilmu. Murid lebih banyak belajar
dengan mengkaji teks-teks dalam memahami suatu fenomena yang terjadi dalam
masyarakat. Mereka tidak terlibat dalam menganalisis atau mengkritisi masalah
sosial yang terjadi dalam masyarakat.
Para
murid Indonesia dewasa ini mengikuti kurikulum 2013 sebagai acuan dalam proses
pendidikan nasional. Secara eksplisit dikatakan bahwa kurikulum 2013 tidak
mengikuti satu aliran filsafat pendidikan, baik aliran filsafat perenialisme,
esensialisme, progresivisme, dan rekonstruksionisme. Kurikulum 2013 mengikuti
aliran-aliran filsafat tersebut secara eklektik (pengabungan dari semua aliran
filsafat). Akan tetapi, penulis memahami kurikulum 2013 lebih bercorak pada
filsafat perenialisme dan esensialisme.
Pertama,
perenialisme. Murid dididik untuk menjadi pribadi yang rasional dengan lebih
banyak mempelajari ilmu masa lampau dari teks-teks. Peran dari murid juga
sangat pasif, guru justru yang lebih aktif dalam membentuk cara berpikir murid.
Guru dipandang sebagai pribadi yang memiliki kualifikasi akademik dalam
menjelaskan suatu pengetahuan. Misalkan, guru lebih banyak menyampaikan
pengetahuan secara lisan dan menggunakan metode sokrates (bertanya) untuk
membentuk pikiran rasional murid. Kedua, esensialisme. Murid didorong
untuk lebih banyak memahami konsep, prinsip-prinsip dan teori-teori ilmiah dari
berbagai bidang studi, agar mereka menjadi orang yang memiliki kemampuan
intelektual yang memadai. Mereka lebih banyak ditekankan pada keterampilan
membaca, menalar dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar.
Konsekuensi
dari kurikulum 2013 adalah murid menjadi pembelajar yang hanya bisa transfer
pengetahuan dan keterampilan dari gurunya dan teks-teks. Peran dari guru lebih
penting dari pada pengembangan inisiatif murid dalam belajar. Murid tidak
memiliki kecakapan menalar yang lahir dari pemikiran sendiri, melainkan menalar
sesuatu berdasarkan pemikiran tokoh tertentu.
Kurikulum Merdeka
Kurikulum
Pendidikan Nasional Indonesia dewasa ini mestinya lebih menekankan pada corak
rekonstruksionisme daripada perenialisme dan esensialisme. Murid tidak hanya
menekankan segi kognitif, melainkan mereka mampu merekonstruksi masyarakat
melalui analisis yang kritis. Mereka didorong untuk lebih banyak melakukan
metode riset sosial, dan analisis problem sosial, ekonomi dan politik. Fokus
pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan konteks kebutuhan masyarakat sekaran
dan yang akan dantang. Dengan itu, murid mengetahui secara jelas realitas
kehidupan masyarakat Indonesia yang sebenarnya, masalah-masalah dalam bangsa
dan transformasi sosial yang perlu dilakukan untuk kemajuan bangsa.
Penulis
mengharapkan rancangan kurikulum merdeka yang baru berdasarkan pada pandangan
aliran rekonstruksionisme. Kurikulum merdeka mampu mewujudkan; (a) Murid yang
memiliki keterampilan atau sifat yang dibutuhkan zaman sekarang. (b) Murid yang
memiliki pola pikir dan hidup sesuai dengan nilai-nilai budaya yang ada di
Indonesia. Dengan itu, sistem pendidikan Indonesia selalu aktual karena
penekanan pembelajaran bagi peserta didik selalu berdasarkan kepentingan
Indonesia yang sudah ada dan yang akan datang.
Murid
sekarang juga sedah masuk dalam zaman millenial atau gerasi Z (generation
net) yang terbiasa dengan internet. Kehadiran internet mendorong murid sekarang
masuk dalam budaya yang serba cepat dan tak tahan dengan hal-hal yang lambat.
Mereka juga dapat memperoleh informasi dari berbagai penjuru dunia setiap saat
melalui internet. Dengan itu, kurikulum merdeka perlu menekankan kemampuan
murid dalam menganalisis secara kritis, memilih, dan mengambil keputusan dalam
hidup. Murid memiliki kemampuan dalam memilah informasi yang positif dan
negatif yang tersebar di internet.
Cara
pandang murid yang menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan
mesti diubah dengan cepat. Peran guru juga sebagai pribadi yang menjelaskan
pengetahuan kepada murid mesti dikurangi dalam kurikulum merdeka. Guru hanya
berperan sebagai fasilitator atau teman dalam membantu murid untuk memahami dan
menyadari masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Murid yang
lebih berkreatifitas dalam menganalisis secara kritis dan menemukan jawaban
atas masalah-masalah dalam bangsa. Oleh karena itu, materi pendidikan yang
ditekankan dalam kurikulum merdeka harus disesuaikan dengan realitas yang
terjadi di masyarakat dan berpedoman pada kebutuhan masyarkaat.


0 comments:
Posting Komentar