Just another free Blogger theme

Politik

KOMENTAR ARTIKEL “CEASELESS ACTIVITY TO SEEK PEACE IN LIVING TOGETHER WITH OTHERS. CATHOLICS IN DIALOGUE WITH MUSLIMS”

    Paus Fransiskus disambut hangat Ulama Islam        Rm. Armada Riyanto menuliskan artikel dengan judul “ Ceaseless Activity to Seek Pea...

Jumat, 20 Mei 2022




 Perkembangan media digital menjadi keniscayaan yang tidak dapat dipungkiri di abad ke-21 sekarang. Dia layaknya seperti oksigen, tanpanya manusia bisa menjadi invisible. Pengguna media menciptakan jutaan ide dan kreatifitas untuk dinikmati banyak orang. Mereka memberikan beragam informasi yang secara cepat ke masyarakat melalui platform-platform yang sudah tersedia.


Bahkan Paus Fransiskus pernah berkata; Media digital  adalah sesuatu yang sungguh baik, dan hadiah dari Tuhan. Marilah kita berani menjadi warga dunia. Biarkan komunikasi kita menjadi balsem yang mengurangi rasa sakit. Paus Fransiskus memberi penilain yang positif terhadap perkembangan berbagai media digital. Dia menjadikan media digital sebagai obat yang bisa menyembuhkan penyakit bagi umat yang merasa kehilangan eksistensi. Melalui media digital, kita menemukan jawaban terhadap pertanyaan yang menjadi kegalauan dalam diri.


Namun, tidak sedikit pengguna media digital yang menciptakan beragam kasus dan ada juga yang berujung dipolisikan. Mulai dari youtubers, selegram hingga tik-tokers seringkali  menjadi objek amarah netizen. Yang menjadi keanehannya adalah kasus yang dilakukan setiap hari selalu sama, yakni ujaran kebencian terhadap sesama. Seperti seorang wanita yang melakukan ujaran kebencian terhadap seorang penyanyi bernama Betrand Peto Putra Onsu. Dia melecehkan Betrand di media digital dengan menyebut Betrand sebagai anak pungut. Kejadian seperti ini terus berulang dan bukan hanya kepada Betrand, Presiden pun seringkali dihina seperti dengan kata kecebong, dunggu dan sebagainya.


Lalu kenapa kejadian ini terus berulang? Sepertinya apresiasi melalui media digital menjadi goals yang menggiurkan banyak orang. Pengguna media digital tidak peduli dengan informasi yang diberikannya baik atau buruk, melainkan hanya peduli dengan keberadaannya di media diketahui banyak orang. Dia hanya mencari seberapa viewrs, likes dan followers terhadapa argumen yang dilontarkan lewat media digital. Apresiasi terhadap dirinya bukan dinilai dari motivasinya melainkan sensasi yang mencuri perhatian masyarakat. Akibatnya sensasi terasa sebagai suatu prestasi bagi disebagian pengguna media digital.


Persoalan di atas sesungguhnya terjadi akibat keterbatasan literasi digital di kalangan pengguna media. Keterbatasan literasi menjadikan pengguna media latah di ruang yang tidak terbatas itu. Mereka tidak berpikir bahwa setiap goyangan jempol membutuhkan pertanggung jawaban. Microsoft sebagai raksasa teknologi terbesar di dunia telah membuktikan keterbatasan literasi itu melalui survey terhadap pengguna media digital di Asia Tenggara. Hasil survey menemukan bahwa warganet Indonesia merupakan pengguna internet paling tidak sopan di Asia Tenggara. Bahkan warganet Indonesia berada di posisi 29 dari 32 negara yang telah disurvey oleh Microsoft. Warganet Indonesia hanya lebih unggul dari warganet Meksiko dan Rusia untuk ukuran dunia.


Hasil survey Microsoft ini mengambarkan bahwa warganet Indonesia hidup dalam realitas yang cukup seram. Kita belum terlalu bijak dan punya daya filter yang kritis dalam menggunakan media digital. Kita terlalu terpesona dengan mengejar sensasi yang membuat diri tengelam dan hanyut dalam arus perkembangan zaman. Daya etika, moral dan iman sepertinya diabaikan dalam diri warganet Indonesia. Hal itu terbukti dari hasil survey Microsoft yang menilai tiga risiko online terbesar warganet Indonesia, yakni berita bohong (hoaks) dan scams, ujaran kebencian dan diskriminasi.


Keterbatasan literasi digital menunjukkan bahwa warganet Indonesia tidak menampilkan eksistensinya dalam media digital. Mereka tidak mampu menjadi aktor bagi hidupnya sendiri yang bereksistensi. Mereka hidup menurut pola mekanis dan mengejar sensasi, bukan berdasarkan pilihan-pilihan secara personal dan subyektif. Sehingga, warganet Indonesia seringkali menjadi pribadi yang hanyut dalam kerumunan, tidak aktif mengarahkan hidupnya sendiri menuju kebenaran atau sesuatu yang baik. Mereka tidak menampilkan pribadi yang autentik dalam media digital.


Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855) adalah filsuf pertama yang memperkenalkan istilah eksistensi menurut pengertian yang dipakai di zaman sekarang. Kierkegaard mengandaikan eksistensi manusia sebagai aktor kehidupan yang berani mengambil keputusan dasariah bagi arah hidupnya sendiri. Untuk menjelaskan maksud kata eksistensi, dia memberikan sebuah ilustrasi. Dia mengatakan ada dua orang kusir mengendarai keretanya masing-masing. Kusir pertama memegang kendali kuda-kudanya sambil tertidur, sementara kuda-kudanya bergerak ke arah yang keliru. Kusir kedua dengan sadar mengendalikan kuda-kudanya kearah yang benar. Bagi Kierdegaard, keduanya bisa disebut kusir, tetapi hanya kusir kedualah yang benar-benar kusir. Kusir kedua memiliki eksistensi karena mampu mengarahkan kuda-kudanya ke jalur yang benar.


Warganet Indonesia mestinya menjadi kusir kedua, yang tetap menyadari sebagai pribadi yang bereksistensi dalam media digital. Mereka memiliki kesadaran dalam mengunggah dan memberi komentar di media digital. Mereka tidak kehilangan kesadaran hanya ingin mengejar sensasi. Oleh karena itu, marilah berekspresi yang benar demi menikmati apresiasi dan bukan hujatan. Serta ingatlah selalu bahwa siapapun boleh bercanda dalam ruang yang tidak terbatas itu. Karena dunia media digital tidak sekaku kuku tangan atau kaki. Hanya warganet tetap ingat bahwa ada tempat dan waktu yang menjadi batasan dalam bersosialisasi di media digital. Dengan mengetahui batas dan ukuran, warganet tetap menjadi pribadi yang memiliki eksistensi seperti yang dimaksudkan oleh Kierkegaard.


Paus Benediktus XVI yang dianggap pribadi yang suci pun mendukung umatnya  untuk terlibat dalam media digital. Media digital bisa menjadi tempat bagi orang Katolik untuk menunjukkan eksistensinya sebagai laskar Kristus. Akan tetapi, Paus mengingatkan bahwa umat Katolik tidak hadir saja, tidak hanya sekedar ada di media digital, tetapi hadir dalam media digital sebagai saksi-saksi Injil yang setia, bisa menghadirkan suara-suara yang berbeda dari yang disediakan oleh pasar atau bisnis dunia digital. Orang Katolik menjadi pewarta yang benar sesuai dengan jati dirinya sebagai pengikuti Kristus.


Peran Pemerintah



Demi menekan warganet terkena kasus pidana, Kepolisian Republik Indonesia juga menerapkan polisi virtual di media digital. Polisi virtual mempunyai kewajiban untuk memberikan teguran kepada warganet yang diduga melanggar UU ITE. Tegurannya berupan pesan melalui whatsapp atau media lainnya yang berupa edukasi dan peringatan. Saya merasa ini suatu langkah yang baik untuk memastikan bahwa warganet Indonesia tidak mengunggah konten yang bermuatan pidana. Warganet bisa memahami batasan-batasan yang tidak terjebak dalam pidana dalam memanfaatkan media digital.


Selain pengawasan dari polisi virtual, tindakan praktis yang dilakukan adalah membaca ketentuan (terms) platform. Banyak orang hanya menggunakan platform tertentu tanpa mempelajari terlebih dahulu ketentuannya. Hal ini yang kemudian semakin me-mayakan batasan interaksi sosial dalam media. Pada hal kehadiran aturan yang disertai dengan pemahaman setidaknya dapat memperjelas garis demarkasi dalam interaksi lewat media. Dengan memperhatikan aturan setiap platform, kita tetap berpulang pada kesadaran pribadi. Seperti pepatah lama yang mengatakan; Diri sendirilah tempat pulangnya suatu tindakan. Berani berbuat, berani pula bertanggung jawab.


Kehadiran polisi virtual mendapat penolakkan dari pegiat hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar. Dia menilai polisi virtual berisiko melanggar ranah privasi masyarakat. Namun, pihak kepolisian tetap menerapkan polisi virtual demi warganet tidak terperangkap dalam komunikasi vulgar. Mengenai melanggar ranah privasi masyarakat, polisi pun dapat dikenakan pidana apabila membongkar privasi masyarakat. Semua ketentuan tersebut sudah diatur dalam undang-undang.   

  

Selasa, 17 Mei 2022

                                                 ðŸ“·Br. Virgilius Susu

Kedewasaan berpolitik selalu berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia. Semakin baik kualitas sumber daya manusia, semakin terbuka untuk menyebarluaskan dan mempraktikan gagasan yang benar di hadapan publik.


Sejak munculnya Orde Baru hingga proses konsolidasi demokrasi pasca reformasi pada tahun 1998, politik menjadi sebuah pergumulan yang luar biasa dalam kehidupan negara kita. Politik bukan lagi menjadi sebuah strategi yang tepat untuk mewujudkan kedamaian dalam menghadapi musuh seperti kolonisme dan komunisme. Politik justru menjadi alat untuk memobilisasi kekuatan dari para penguasa terhadap rakyat kecil.


Para penguasa mengutamakan kepentingan diri dan kelompok di atas kepentingan bersama. Di setiap lembaga politik selalu ditempati oleh genus yang sama. Yang bukan satu genus sepertinya tidak berada dalam posisi sebagai penguasa. Selanjutnya, ada pemaksaan kehendak kepada rakyat untuk selalu menanggapi secara positif setiap keputusan politik. Rakyat tidak diberikan kesempatan untuk secara kritis menanggapi kebijakan para penguasa.


Dengan demikian, kehidupan yang terbentuk dalam negara secara alamiah ialah terpolarisasi antara yang kuat dengan yang lemah. Penguasa tetap berdiri di atas pundak rakyat yang lemah dan rakyat yang lemah menjadi pengabdi bagi kepentingan penguasa. Situasi demikian berakhir oleh munculnya aksi demonstrasi mahasiswa tahun 1998.


Di bawah payung pergerakkan reformasi, politik di negara kita memasuki suasana baru yang lebih terbuka terhadap publik. Negara Indonesia bukan lagi suatu negara untuk para penguasa atau untuk golongan tertentu, melainkan negara yang didirikan untuk semua kepentingan rakyat Indonesia. Semua rakyat diberikan kebebasan untuk menampilkan diri sebagai peserta aktif dalam politik. Undang-Undang memberikan kebebasan kepada publik untuk mengungkapkan pendapatnya, lalu bertanggung jawab terhadap pendapat itu.


Suara rakyat Indonesia selalu diperhitungkan dan didengarkan oleh pemerintah. Kehidupan bangsa tidak lagi terpolarisasi antara yang kuat dan lemah (situasi tuan dan hamba), melainkan semua orang mendapat hak dan kesempatan yang sama. Rakyak bebas menyampaikan pendapat berupa kritikan dan saran kepada pemerintah.


Politik mengubah wajahnya ke dalam suasana yang lebih terbuka. Rakyat mendapatkan kedudukan yang sama di hadapan hukum. Kebebasan rakyat untuk menyatakan pendapatnya tidak dibatasi oleh pemerintah. Namun, semakin diberikan kebebasan untuk menyatakan pendapat di hadapan publik, banyak pribadi yang aktif dalam perpolitikan tidak lagi mengenal dan memahami nilai-nilai ideal yang terkandung dalam sistem politik.


Banyak pribadi mengungkapkan pendapat yang tidak sesuai dengan kebenaran. Mereka membuat suatu narasi dan memaparkan data hasil rekaan. Semua data dan narasi tidak berdasarkan situasi yang terjadi secara nyata. Tindakkan seperti ini mengambarkan bahwa kualitas kita sangat rendah. Tetapi tindakkan seperti ini sering terjadi di tanah air.


Pada dasarnya, politik berarti sebuah strategi atau siasat. Strategi yang dimaksudkan adalah sebuah jalan untuk mencapai kesejahteraan bersama. Jalan itu tidak mengesampingkan kebenaran. Dengan demikian, sejatinya politik in se (dalam dirinya) memiliki maksud yang luhur. Di samping itu Politik sebagai suatu siasat disandingkan dengan etika. Maksudnya, politik dijalani seiring dengan nilai-nilai etis. Bahkan, etiket juga mesti dijunjung tinggi dalam berpolitik. Dalam hal ini, kesantunan mendapatkan tempatnya dalam perpolitikan.


Akan tetapi, situasi akhir-akhir ini amat merisaukan. Politik dijalani dengan siasat yang jauh dari tindakan etis. Ujaran kebencian, keberingasan dan kegeraman dalam berpendapat menunjukkan hal yang dimaksud. Terlebih, membenarkan ketidak-benaran seolah menjadi hal yang lumrah. Itulah salah satu hal penyebab kebisingan politik di tanah air.


Misalkan di tengah situasi pendemi sekarang, kita bukannya bersatu bersama pemerintah, tetapi masih banyak pribadi yang dengan aktif mengacungkan kritik yang pedas terhadap kinerja pemerintah. Mereka menyatakan ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah dalam menangani wabah Covid-19. Pemerintah dinilai menutup-nutupi data, lamban dalam pencegahan Covid-19 dan tidak bertanggung jawab terhadap kemerosotan ekonomi rakyat.


Politik yang bertujuan membentuk dan menumbuhkan kecerdasan serta kesadaran untuk mencapai kebenaran justru tidak memiliki tempatnya. Banyak orang mengklaim diri sebagai orang yang benar di hadapan publik. Mereka mempengaruhi publik dengan merangkai kata-kata yang terkesan indah dan menarik simpati. Mereka berbicara dengan menampilkan data rekaan dan narasi yang tidak sesuai fakta. Data-data dan narasi yang dipaparkan selalu berdasarkan versi pribadi, lalu diklaim benar.


Aristoteles mengatakan bahwa kebenaran berarti selaras dengan apa adanya, peristiwa dan realitasnya. Kebenaran itu selalu dibicarakan dari sesuatu yang realitas. Jika tidak sesuai realitas, itu sebuah ketidak-benaran. Ini merupakan pendapat yang sudah tidak asing lagi di telinga semua orang. Sesuatu yang tidak sesuai realitas harus dihindari, yang benar harus dilakukan dan diusahakan di tanah air.


Yang benar adalah itu yang mampu mendidik bangsa untuk tidak menciptakan kebisingan dalam berpolitik. Sehingga dahulu Plato selalu mengatakan kepada murid-muridnya untuk selalu menggenggam kebenaran. Baginya, dalam cara yang benar, kita tidak akan menemukan kesulitan dan semuanya tidak lagi tampak aneh. Maka, perlu ada verifikasi terhadap setiap data dan narasi yang ingin dipaparkan ke publik.


Di sini, negara perlu membongkar perilaku gelap dari setiap kelompok yang berusaha membenarkan ketidak-benaran, dan memberikan hukuman yang tegas bagi pelaku rekaan (hoax). Ketegasan itulah yang mengembalikan politik kepada strategi yang benar dan etis sesuai jati dirinya.

 

 

 

Senin, 16 Mei 2022


Banyak orang tidak memahami arti kebenaran dalam konteks zaman sekarang. Kebenaran dan kepalsuan seringkali diberikan penilaian yang sama. Kita tidak pernah bersikap kritis untuk membedakan antara yang kurang benar dengan yang benar. Bahkan orang yang mengklaim dirinya sebagai ukuran kebenaran dapat kita percaya tanpa mempertimbangkan dengan sikap kritis. Kita seringkali terjebak dan menjadi korban dari kepalsuan yang diciptakan oleh oranglain.


Kebenaran agama seringkali diklaim sebagai milik orang beragama dan tidak percaya bahwa itu rahmat Tuhan. Sikap seperti ini menunjukkan bahwa kita sepertinya belum masuk pada zaman percerahan dan masih hidup pada abad pertengahan. Tokoh agama     mendokmatisasi setiap ajaran sebagai ukuran kebenaran dan pengikut wajib mengikutinya. Kebenaran yang diajarkan tokoh agama cenderung bersifat monologal dan bahkan hal bisa dipahami sebagai absolutis dan totaliter.


Kita dapat menyaksikan fenomeman kehidupan yang terjadi antara umat beragama sekarang. Justru dalam kehidupan agama tumbuh sikap intoleransi dan saling menjadi hakim serta saling mengutuk atas keyakinan orang lain. Semua itu terjadi pada orang beragama karena ajaran agama mendokmatisasi ajaranya sebagai ukuran kebenaran dan di luar agamanya salah. Sepertinya kebenaran hanya milik agama tertentu saja dan tidak menyerahkan penilaian kebenaran agama ke tangan Tuhan.


Kita tidak menjadi heran jika banyak orang sekarang menggunakan agama sebagai kedok kepalsuan, menggunakannya sebagai senjata politik, menggunakannya sebagai bisnis dan yang palig bangsat menggunakannya sebagai pemecah belah kehidupan masyarakat. Sebab agama mempunyai kekuatan kebenaran monologal yang tidak dapat dikritisi dan dibantah oleh oranglain. Agama sudah menaruh slogan terhadap umatnya bahwa ketidakpatuhan terhadap ajaran agama berarti ketidakpatuhan pada kehendak Tuhan.


 Habermas mengusulkan teori diskursus untuk membuka cakrawala pikiran kita tentang arti kebenaran. Teori dikursus yang dimaksud ialah pemutusan suatu kebenaran lewat kesepakatan dalam diskusi dan diskusi itu melibatkan antarsubjek (antara manusia). Subjek yang terlibat dalam diskursus bukan hanya dua orang tetapi melibatkan banyak orang.


 Dari teori diskursus, kita dapat melihat bahwa bagi Habermas kebenaran tidak lagi dijamin oleh agama atau pandangan-pandangan metafisis, melainkan harus dikembalikan pada proses komunikasi sosial untuk mencapai saling pengertian. Kebenaran selalu ditemukan lewat komunikasi yang melibatkan banyak subyek. Kebenaran dari satu subjek bukan lagi sebagai nilai objektif yang harus diikuti oleh orang lain. Teori diskursus menekankan bahwa kebenaran-kebenaran yang diklaim oleh berbagai subjek harus diuji secara diskursif untuk memperoleh keputusan dan pengakuan akan kebenaran di publik.


Habermas mengakui bahwa kebenaran-kebenaran yang diakui secara universal sekarang selalu dipikirkan oleh subjek atau individu tertentu awalnya. Namun selama kebenaran itu masih tinggal tetap pada individu, kebenaran itu belum bisa dijadikan sebagai kebenaran yang berlaku untuk oranglain. Kebenaran yang awalnya dipikirkan oleh individu tertentu harus diuji melalui diskursus dengan orang-orang lain. Dalam diskursus bersama oranglain akan dipertimbangkan untuk dijadikan sebagai kebenaran. Apabila diterima secara rasional oleh umum akan dijadikan sebagai kebenaran yang belaku secara universal.


Habermas hadir untuk membuka pemikiran kita untuk tidak dengan mudah menerima segala sesuatu sebagai kebenaran. Kebenaran selalu diukur berdasarkan kesepakatan bersama lewat komunikasi yang melibatkan banyak subyek. Dalam komunikasi itu, setiap subyek mewajibkan untuk membuka diri dalam memberikan atau menerima pendapat terhadap oranglain. Sebab dalam memberi atau menerima pendapat dalam diskursus menjadi unsur pokok dalam mencapai suatu kesepakatan untuk dijalankan bersama. Tapi saling memberi dan menerima dalam diskursus harus lahir dari cara berada subyek yang inheren dengan personalitasnya sebagai subyek yang terbuka bagi yang lain.


Bangsa Indonesia sebenarnya tidak muncul berbagai persoalan dalam agama apabila orang menerima diskursus sebagai penyelsaian konflik. Diskursus seringkali diabaikan dan justru pendapat monologal itu yang mudah diterima oleh banyak orang. Pendapat monologal itu mudah diterima banyak orang karena disampaikan oleh tokoh yang mempunyai status terpandang. Orang lebih melihat statusnya daripada mencerna dan mengkritisi isi pengajarannya. Seperti tokoh agama yang terlibat dalam politik yang busuk. Mereka mengajak umatnya untuk memilih pemimpin yang seiman dan mempunyai misi yang sama dengan mereka. Orang diluar kelompoknya selalu dinilai salah dan tidak bisa membawa perubahan untuk bangsa ini. Bahkan NKRI dan Pancasila pun dirongrong oleh tokoh gerakan transnasional yang membahayakan kesatuan bangsa, namun tetap dipercaya oleh umatnya hanya karena seiman.


Budaya diskursus hendaknya dihidupkan kembali oleh anak-anak bangsa ini. Lewat diskursus, kita mampu membentuk keputusan-keputusan bersama yang benar dalam membangun bangsa. Ir. Soekarna juga dulu dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia lewat dialog dengan berbagai tokoh rasional tertentu dalam masyarakat. Ia berdialog dengan tokoh filsafat, politik, budaya, ekonomi, agama dan bahkan berdialog dengan pemimpin di luar negeri. Hasil dialognya yang rasional dengan beberapa tokoh tersebut menghantar bangsa Indonesia ke gerbang kemerdekaan.

Minggu, 15 Mei 2022

 


Kondisi politik Prancis sebelum revolusi tidak menampilkan suatu keindahan kecuali kekacauan dalam Negara. Kekacauan itu bukan hanya menimbulkan kebobrokan moral, tapi juga ekomomi masyarakat. Sistem politik yang dibangun menimbulkan kerugian bagi rakyat. Rakyat menanggung beban berat yang sangat mengerikan karena uangnya diperas oleh negara.


Motif dasar dari pemerasan ialah untuk mencapai segala tujuan negara, tapi kegunaannya menyimpang dari tujuan. Sebab dalam negara, pemerintah Prancis tidak memiliki kekuasaan yang absolut. Pemerintah dikendalikan oleh kekuasaan dari kalangan pemimpin Gereja, kaum bangsawan, dan bahkan parlemen sendiri. Mereka yang menarik keuntungan banyak dari rakyat. Konsep tentang yang kudus dan kesadaran keagamaan jauh lebih menarik untuk memeras rakyak dan mengurung kekuasaan sejati dari pemerintah.


Perlakuan tidak wajar mendorong Prancis melakukan revolusi. Rakyat ingin menetapkan suatu konstitusi yang selaras dengan kesamaan hak setiap individu yang melahirkan prinsip kebebasan subjek. Gema kebebasan subjek menjadi fajar hidup baru bagi rakyat Prancis dan berpengaruh terhadap seluruh dunia yang dikuasai oleh pemerintah feodal. Hegel sebagai filosof Jerman menilai bahwa kebebasan yang sungguh-sungguh itu terjadi dalam revolusi Prancis. Karena rakyat Prancis bukan hanya bebas dari tekanan batin dan rasa takut terhadap kekuasaan agama, tetapi juga terjadi dalam struktur sosial. Prancis memegang motto fraternite, egalite, dan liberte setelah revolusi Prancis.


Dengan itu, Hegel menjadikan Revolusi Prancis (tahun 1789-1799) sebagai sejarah dunia karena ada unsur-unsur seperti hukum rasionalitas, pemerintah dan pengenalan yang baik terhadap undang-undang dan konstitusi dalam negara. Tiga unsur tersebut mampu membawa negara Prancis mencapai kebebasan setiap subjek di dalamnya. Kebebasan setiap subjek meliputi kesadaran akan aktivitasnya dalam negara dan tanpa dibatasi oleh suatu hukum tertentu.


Unsur pertama, seperti hukum rasional bertumbuh dalam negara Prancis untuk menghapuskan hukum feodal. Misalkan, masyarakat dibebaskan dari aturan zakat dan iuran yang merupakan warisan hukum feodal. Masyarakat Prancis diberikan kebebasan dalam hal perdagangan, bebas untuk berpendapat di muka umum dan setia orang bisa bekerja sesuai dengan profesinya masing-masing tanpa ada batasan.


Unsur kedua, yang berwenang untuk memberikan akibat praktis pada hukum dalam negara adalah pemerintah Prancis. Pemerintah menyadari akan perannya dalam membantu kemerdekaan bangsa sebagai individualitas melawan bangsa lain. Dia juga yang akan mengatur dan memberikan kemakmuran yang sepenuhnya kepada masyarakat dalam negeri. Karena itu, kekuasaan agama terhadap kehidupan masyarakat dikurangi dan disesuaikan dengan hukum negara. Agama bergerak di bawah kekuasaan pemerintah.


Unsur ketiga, pengenalan terhadap undang-undang dan konstitusi dalam negara. Pemerintah Prancis menekankan unsur ketiga ini untuk memunculkan suatu gerakan pemisahan yang jelas antara undang-undang dan konstitusi dengan agama. Pemisahan ini penting agar tidak ada lagi agama negara yang tumbuh dalam kehidupan masyarakat Prancis. Karena agama negara berakibat pada sikap kefanatikan dan intoleransi terhadap agama lain. Agama negara perlu dihapus dari kehidupan masyarakat Prancis demi mewujudkan kekuasaan negara lebih tinggi dari kekuasaan agama. Kekuasaan agama tidak lebih tinggi, lebih suci dan lebih makmur dari kehendak negara. Agama berada dalam ruang privat dan memberikan kebebasan kepada setiap individu untuk menyembah Tuhannya dalam negara Prancis.


Penegasan kebebasan diperkuat lagi dalam perjanjian Lisbon Treaty pada tahun 2009. Perjanjian ini mengajak seluruh Eropa termasuk Prancis membuka diri terhadap dunia yang termaktub dalam lima nilai: kebebasan, demokrasi, persamaan hak, kemanusiaan, dan supremasi hukum. Lima nilai ini dipromosikan ke dunia sesuai dengan peradaban Eropa yang peduli terhadap isu kemanusiaan. Eropa tidak lagi berpegang pada prinsip generalisasi yang membeda-bedakan setiap orang yang berada di luar Eropa. Mereka tidak lagi mempersoalkan perbedaan agama, negara, budaya, suku, etnis dan sebagainya.


Eropa termasuk Prancis memandang semua orang satu dan sama sebagai manusia yang kedudukan haknya sama. Semua manusia merupakan citra Allah yang satu dan sama. Dengan berpegang pada perjanjian Lisbon Treaty 2009, semua negara Eropa terbuka untuk menerima para imigran dari luar Eropa, termasuk negara Prancis. Negara Prancis membuka pintu bagi pendatang dari Afrika Utara, Timur Tengah dan Asia Tenggara. Yang sangat menarik bahwa Prancis menerima 27.000 pengungsi Syria yang sudah ditolak di beberapa negara lain.


Berpegang pada prinsip kebebasan, Samuel Paty sebagai guru menggunakan contoh kasus kebebasan berpendapat kepada murid-muridnya dari kartun Nabi Muhamad. Penggunaan contoh kasus dengan memakai kartun Nabi Muhamad menuai penolakan dari seorang remaja Prancis, asal Chechen, Rusia. Seorang remaja menganggap Samuel Paty menghina agama Islam. Bentuk penolakan dari remaja tersebut dengan memenggal kepala seorang guru SMP tersebut di pinggiran Prancis. Dua minggu kemudia, tiga orang ditusuk dan dipenggal dengan alat tajam dalam Gereja Notre Dame di kota Nice. Pelakunya Brahim, keturunan Tunisia. Penyebab dari peristiwa di Gereja Notre Dame masih sama yakni kemarahan disulut oleh kartun Nabi Muhamad.


Presiden Prancis, Emmanuel Macron tidak diam terhadap kasus pembunuhan terhadap Paty dan tiga orang yang ditusuk dalam Gereja Notre Dame. Dalam pidatonya, Presiden Macron mengatakan kebebasan kita rayakan, kesetaraan kita jamin, dan persaudaraan dijalani dengan sepenuhnya. Macron mengajak seluruh rakyat Prancis untuk berpegang pada nilai kemanusian dan nilai-nilai universal. Penyataan Macron tentu bertolak dari motto (fratelite, egalite dan liberte) dalam Revolusi Prancis dan perjanjian Lisbon Treaty 2009 tentang keterbukaan terhadap semua orang.


Sedangkan yang disalahpahami mengenai isi pidato sebelum munculnya pemenggalan kepala Paty pada tanggal 2 Oktober 2020. Judul pidato Presiden Macron adalah “Keawaman dan Islam Mencerahkan atau Penuh Cahaya”. Dia mengajak rakyatnya untuk tidak ditarik dalam perangkap jebakan betman dan hal-hal ekstrim yang akan mengakibatkan stigmatisasi bagi semua muslim (musulman). Pernyataan Macron yang tidak diterima oleh umat muslim adalah bahwa Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis. Oleh karena itu perlu ada upaya membangun pencerahan Islam.


Presiden Macron mengatakan demikian karena pelaku yang pembunuhan terhadap Paty dan pembunuhan di Gereja Notre Dame membunuh dengan alasan membela Islam. Mereka melakukan tindakan kejahatan dengan alasan Nabi mereka dihina dengan kartun Nabi. Mereka mengatakan bahwa dalam hukum Islam seperti di Timur Tengah, orang yang mengambarkan Nabi seperti kartun pun akan dihukum mati.


Macron menilai alasan ini menjadi krisis dalam Islam dan perlu ada pencerahan terhadap Islam. Hukum Islam tidak bisa diterapkan pada semua negara terutama negara sekuler seperti Prancis. Agama beserta hukumnya itu berada dalam ruang privat. Negara Prancis itu menjadi negara yang menjunjung tinggi nilai kebebasan individu dan setiap orang bebas mengungkapkan pendapatnya dalam bentuk kritik yang rasional.


Namun di media sosial juga muncul berbagai tuduhan bahwa Presiden Macron mengatakan Islam sebagai agama bencana dan Macron sering menampakan kebencian kepada Islam. Tuduhan terhadap Macron terjadi secara sepihak karena tanpa ada konfirmasi dahulu terkait yang sebenarnya pernyataan dari Presiden Macron.


Bentuk tanggapan atas pernyataan dari Presiden Prancis, di berbagai negara di Timur Tengah seperti Kuwait, Turki, Palestina, Aljazair, Qatar, Mesir, Arab Saudi  melakukan boikot terhadap produk Prancis. Pemboikotan terjadi sebagai bentuk penolakan terhadap pernyataan Presiden Macron yang melukai umat muslim. Presiden Jokowi juga angkat suara terhadap pidato dari Presiden Macron. Jokowi mengecam keras isi pidato dari Macron karena dianggap bisa melukai umat muslim seluruh dunia. Tetapi kekecamannya tidak berujung pada pemboikotan terhadap produk Prancis. Indonesia tentu masih membutukan produk Prancis untuk menunjang kehidupan ekonomi rakyat di tengah pandemi Covid-19.


Permenungan


          Negara Prancis terbuka kepada semua orang tanpa memandang agama, pendatang, suku, ras dan sebagainya. Semua orang diajak untuk berpartisipasi dalam memberikan hak kebebasan untuk bersuara, semua memiliki semangat publik dalam mengabdi kepada negara dan mengakui hak-hak setiap orang termasuk hak kelompok minoritas. Sikap toleransi ini dibangun demi mewujudkan nilai kemanusiaan sebagai nilai yang berdiri di atas segalanya.


          Nilai kemanusiaan tidak bisa direndahkan hanya karena alasan perbedaan keyakinan agama, suku, warna kulit dan sebagainya. Apalagi tindakan pembunuhan terhadap sesama manusia hanya untuk membela Tuhannya. Tuhan seperti apakah yang meminta untuk dibela dengan cara membunuh? Tuhan tidak perlu dibela oleh manusia (Kata Gus Dur). Manusia hanya bisa berpasrah dan melaksanakan segala kehendak Tuhan.


          Perlu dipahami juga bahwa negara Prancis itu berpengang pada prinsip tuan terhadap tuan sesama manusia. Artinya sikap saling menghargai terhadap martabat manusia jauh lebih penting daripada membela ajaran agama dengan mengorbankan kemanusian orang lain. Oleh karena itu, Presiden Macron tidak salah apabila dia mengecam keras terhadap pelaku pembunuhan terhadap Paty dan pembunuhan di Gereja Notre Dame.


          Dengan mengedepankan nilai kemanusiaan, Prancis memberikan kebebasan kepada semua orang untuk mengekspresikan dirinya. Kebebasan bukan berarti bertindak sesuka hati. Dalam menggunakan kebebasan juga diperhatikan tindakkan yang tidak melukai martabat sesama manusia. Kebebasan dapat dipergunakan sejauh kebebesan itu dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan diterima oleh masyarakat umum.

Sabtu, 14 Mei 2022

 

Gambar: Pemberkatan Keluarga Muslim oleh Imam Baru Katolik

Perbedaan dengan yang lain menjadi masalah yang sulit dibendung dalam bangsa Indonesia. Banyak orang tertentu tidak menerima perbedaan itu sebagai keniscayaan yang lahir dalam bangsa. Mereka melihat perbedaan sebagai ancaman terhadap kelompoknya, khusus dalam perbedaan agama. Semua perbedaan ditentang dan tidak memberi ruang dalam kehidupan masyarakat. Meskipun secara fakta bahwa masyarakat Indonesia bertumbuh dan berkembang dengan khas dan keunikan agamanya masing-masing. Kekhasan dan keunikan agama dalam masyarakat dan kebudayaan tidak dilihat sebagai kekayaan bangsa oleh kelompok tentu, melainkan sebagai ancaman.

Perbedaan agama mestinya dilihat sebagai berkat karena menghadirkan lukisan masyarakat yang indah dalam rangkaian Bhineka Tunggal Ika. Menerima perbedaan juga menjadi kebanggaan tersendiri sebab bangsa menentang otonomi yang egoistis untuk tumbuh dalam masyarakat. Akan tetapi, perbedaan justru menjadi musibah dan menambah pekerjaan rumah bagi bangsa. Perbedaan agama justru menjadi penghalang dalam penegakan serta pelaksanaan hukum yang luas dan merata. Kelompok agama tertentu ingin selalu mereka yang diperhatikan dan diabaikan kelompok agama lain.

Sikap arogan dari mayoritas terhadap minoritas seringkali memunculkan penyimpangan dalam hidup keagamaan. Mayoritas memonopoli kedudukan jabatan dalam masyarakat, dalam bidang ekonomi, politik dan pendidikan. Arogansi berkembang sangat pesat setelah pasca-kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purna atau sering disapa Ahok. Hasil survei yang bertajuk “Tren Persepsi Publik tentang Demokrasi, Korupsi dan Intoleransi, mencatat mayoritas warga muslin keberatan untuk memberikan jabatan kepemimpinan terhadap nonmuslim atau minoritas.

Arogansi mayoritas bisa menjadi ancaman yang serius bagi keutuhan kehidupan masyarakat. Bahkan arogansi itu bisa merusak tatanan kehidupan sosial-budaya yang sudah lama berakar dalam kehidupan masyarakat. Misalkan, gugatan terkait izin mendirikan bangunan (IMB) renovasi Gereja Katolik, Paroki St. Yoseph Karimun, Kepulauan Riau. Kasus gugatan renovasi Gereja menjadi contoh adanya arogansi dari mayoritas yang menekan minoritas untuk tidak berkembang dalam kehidupan agama.  

Munculnya prilaku arogan dalam masyarakat bisa meningkat responden intoleransi setiap tahun di Indonesia. Dengan itu perlu adanya pengelolaan yang cukup serius dan sungguh-sungguh dalam menata tatanan nilai toleransi dalam kehidupan. Masyarakat diajak untuk kembali pada kesadaran ideologi utama bangsa yakni kesadaran moral Pancasila dan nilai-nilai Kebhinekaan. Sebab dalam kesadaran terhadap ideologi bangsa, masyarakat bisa saling menghormati dan saling menghargai perbedaan agama.

            Mengembalikan kesadaran masyarakat intoleran kepada ideologi bangsa bukan menjadi upaya yang mudah, tetapi bukan berarti sama sekali tidak mungkin. Semuanya menjadi mungkin tergantung kesadaran dari setiap individu. Setiap individu yang rasional mempunyai peran besar dalam menekan jumlah angka intoleransi dalam bangsa. Mereka ibaratkan nahkoda yang memegang komando tertinggi terhadap seluruh isi kapal. Sehingga, sikap arogansi dari mayoritas terhadap minoritas bukan menjadi ukuran untuk menghapus agama dari bangsa Indonesia. Kekacauan dalam agama tidak juga menjadi ukuran untuk menilai pesimis terhadap kehadiran agama.

Agama sebagai Good Life

Agar setiap individu bertumbuh menjadi pribadi rasional dan toleransi dalam memandang perbedaan agama. Kita mestinya berpaling pada pemikiran dari Jurgen Habermas, sebagai seorang sosiolog dan filsuf, asal Jerman. Ia melihat fungsi agama sebagai suatu yang integral dalam kehidupan masyarakat. Dia secara optimis mengatakan bahwa nilai agama bisa mengembangkan kehidupan masyarakat. Gagasan yang disumbangkannya adalah melihat dan menilai agama sebagai Good Life.

Habermas menyadari bahwa agama bisa memberikan nilai-nilai moral yang patut diperhitungkan dalam masyarakat dan bahkan oleh liberalisme. Seperti pada tanggal 20 Oktober 2020, Paus Fransiskus mengundang para pemuka agama dan kepercayaan lain untuk bersama-sama mendaraskan doa tentang perdamaian sesama manusia. Paus Fransiskus mengeluarkan Documen “On Human Fraternity for World Peace and Living Together” (Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama), yang telah ditandatanganinya bersama Imam Besar Al-Azhar, Ahmad Al-Tayyeb, pada tahun 2019.  Ini merupakan salah satu tindakan untuk memperjuangkan kerukunan dalam hidup beragama.  

Oleh karena itu, Habermas mengatakan bahwa agama tidak bisa disingkirkan dari masyarakat. Agama sebagai satu-satunya (monopoli) yang mampu menunjukkan fungsi integratif sebagai pandangan dunia menyeluruh. Artinya bukan hanya sekulasisasi yang bisa mengembangkan kehidupan masyarakat, agama juga mempunyai kekuatan yang turut menentukan kehidupan masyarakat. Ia secara optimis mengatakan bahwa orang yang menghayati agama akan memperoleh hidup yang baik (Good Life). Setiap ajaran agama mengandung nilai kebenaran yang melahirkan masyarakat yang bijaksana dalam negara.

Agama sebagai bagian dari Goog Life harus diatasi dengan mengutamakan problem persatuan dalam hidup bersama agar perbedaan tidak dicederai. Mengapa? Sebab negara selalu identik dengan perbedaan atau kemajemukan. Negara itu tidak hanya terdiri dari satu agama, tetapi bermacam-macam agama. Negara Indonesia saja terdiri dari enam agama resmi seperti Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu. Perbedaan atau kemajemukan agama justru memperkaya nilai religius dalam negara Indonesia. Dengan itu, Habermas menilai agama sebagai Good Life tidak boleh diabaikan begitu saja asalkan tidak membawa keyakinan pribadi menjadi yang paling benar di antara agama lain. Nilai yang paling benar hanya ditunjukkan lewat sikap dan perbuatan yang didapat oleh masyarakat umum secara rasional. Kebenaran hanya berdasarkan pemikiran individu, kelompok dan golongan tentu bukan lahir dari nilai agama sebagai Good Life.

Kesadaran Masyarakat Indonesia

Melalui pemikiran Habermas jelas bahwa latar belakang terjadinya sikap arogan terhadap perbedaan bukan lagi hanya menyangkut tentang pengertian, pemahaman, pengetahuan atau sikap keagamaan yang dimiliki masyarakat tertentu melainkan sentimen keagamaan yang muncul dari rasio yang keliru. Bagaimana cara memurnikan rasio yang keliru agar sikap arogan lumpuh dari Indonesia? Ini menjadi pekerjaan yang besar dari tokoh agama dan pemerintah dalam meningkatkan kualitas cara berpikir masyarakat terhadap perbedaan agama.

Sejauh ini saya melihat bahwa kesadaran akan peran dan fungsi agama yang hakiki dalam masyarakat sudah tumbuh dalam pribadi tokoh agama dan pemerintah. Seperti negara mulai memberlakukan atau memasukkan pelajaran agama dalam kurikulum nasional. Pelajaran agama merupakan salah satu pelajaran wajib yang harus ada dan diterima oleh semua siswa. Dengan tujuan setiap anak bisa memahami nilai-nilai baik yang ada dalam agamanya masing-masing. Hal ini telah diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, pasal 12, ayat (1) huruf a, mengamanatkan: “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Dengan harapan bahwa kesadaran rasional dengan cara memandang agama sebagai Good Life tumbuh dalam masyarakat. Pendidikan agama di sekolah yang benar mampu menghindari sikap arogan terhadap perbedaan keyakinan.

Masuknya agama dalam kurikulum nasional tentu dengan tujuan setiap orang mendalami agamanya secara rasional. Orang bisa mengenal perannya dalam agama dan mengetahui tujuan hakiki dari ajaran agama. Dengan mengenal ajaran agama dengan baik, peserta didik mampu menjadi jembatan komunikatif dan relasional antara Tuhan dengan manusia dan manusia dengan sesama. Sebab sikap orang yang tidak mengenal peran dan tujuan agama bisa merusak fungsi komunikatif dan relasional dalam agama itu sendiri.

Agama juga perlu memiliki sifat kritis terhadap proses dogmatisasi yang terjadi dalam dirinya. Dogmatisasi dikembalikan pada hakikatnya yang sejati, yaitu sebagai upaya untuk menetapkan kebenaran sejati. Ini menjadi catatan penting bagi tokoh agama sebelum mengajarkan iman kepada umatnya. Dia harus menyakini dengan berbagai pertimbangan yang rasional terhadap ajarannya sebagai kebenaran umum. Kebenaran umum dalam arti bahwa ajarannya bisa diterima oleh masyarakat umum. Sebab dengan menetapkan kebenaran, penghayatan agama mampu mencapai kepercayaan yang pasti dan kokoh dalam membanggun Good Life bagi negara. Kebenaran sejati itu lahir dari pemikiran rasional yang terbuka pada proses reflektif, evaluatif, dan korektif terhadap setiap ajaran.

 

  

Kita tidak memiliki orang yang membuat suatu konsep tentang arah pemerintah, walaupun pengamat politik sangat banyak dalam negara Indonesia. Mereka hanya mengamati persoalan sosial dan berdiri di atas realitas lapangan. Kita membutuhkan seorang pemikir yang berdiri di atas kebenaran yang tidak berubah-ubah.