Just another free Blogger theme

Politik

KOMENTAR ARTIKEL “CEASELESS ACTIVITY TO SEEK PEACE IN LIVING TOGETHER WITH OTHERS. CATHOLICS IN DIALOGUE WITH MUSLIMS”

    Paus Fransiskus disambut hangat Ulama Islam        Rm. Armada Riyanto menuliskan artikel dengan judul “ Ceaseless Activity to Seek Pea...

Sabtu, 14 Mei 2022

 

Gambar: Pemberkatan Keluarga Muslim oleh Imam Baru Katolik

Perbedaan dengan yang lain menjadi masalah yang sulit dibendung dalam bangsa Indonesia. Banyak orang tertentu tidak menerima perbedaan itu sebagai keniscayaan yang lahir dalam bangsa. Mereka melihat perbedaan sebagai ancaman terhadap kelompoknya, khusus dalam perbedaan agama. Semua perbedaan ditentang dan tidak memberi ruang dalam kehidupan masyarakat. Meskipun secara fakta bahwa masyarakat Indonesia bertumbuh dan berkembang dengan khas dan keunikan agamanya masing-masing. Kekhasan dan keunikan agama dalam masyarakat dan kebudayaan tidak dilihat sebagai kekayaan bangsa oleh kelompok tentu, melainkan sebagai ancaman.

Perbedaan agama mestinya dilihat sebagai berkat karena menghadirkan lukisan masyarakat yang indah dalam rangkaian Bhineka Tunggal Ika. Menerima perbedaan juga menjadi kebanggaan tersendiri sebab bangsa menentang otonomi yang egoistis untuk tumbuh dalam masyarakat. Akan tetapi, perbedaan justru menjadi musibah dan menambah pekerjaan rumah bagi bangsa. Perbedaan agama justru menjadi penghalang dalam penegakan serta pelaksanaan hukum yang luas dan merata. Kelompok agama tertentu ingin selalu mereka yang diperhatikan dan diabaikan kelompok agama lain.

Sikap arogan dari mayoritas terhadap minoritas seringkali memunculkan penyimpangan dalam hidup keagamaan. Mayoritas memonopoli kedudukan jabatan dalam masyarakat, dalam bidang ekonomi, politik dan pendidikan. Arogansi berkembang sangat pesat setelah pasca-kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purna atau sering disapa Ahok. Hasil survei yang bertajuk “Tren Persepsi Publik tentang Demokrasi, Korupsi dan Intoleransi, mencatat mayoritas warga muslin keberatan untuk memberikan jabatan kepemimpinan terhadap nonmuslim atau minoritas.

Arogansi mayoritas bisa menjadi ancaman yang serius bagi keutuhan kehidupan masyarakat. Bahkan arogansi itu bisa merusak tatanan kehidupan sosial-budaya yang sudah lama berakar dalam kehidupan masyarakat. Misalkan, gugatan terkait izin mendirikan bangunan (IMB) renovasi Gereja Katolik, Paroki St. Yoseph Karimun, Kepulauan Riau. Kasus gugatan renovasi Gereja menjadi contoh adanya arogansi dari mayoritas yang menekan minoritas untuk tidak berkembang dalam kehidupan agama.  

Munculnya prilaku arogan dalam masyarakat bisa meningkat responden intoleransi setiap tahun di Indonesia. Dengan itu perlu adanya pengelolaan yang cukup serius dan sungguh-sungguh dalam menata tatanan nilai toleransi dalam kehidupan. Masyarakat diajak untuk kembali pada kesadaran ideologi utama bangsa yakni kesadaran moral Pancasila dan nilai-nilai Kebhinekaan. Sebab dalam kesadaran terhadap ideologi bangsa, masyarakat bisa saling menghormati dan saling menghargai perbedaan agama.

            Mengembalikan kesadaran masyarakat intoleran kepada ideologi bangsa bukan menjadi upaya yang mudah, tetapi bukan berarti sama sekali tidak mungkin. Semuanya menjadi mungkin tergantung kesadaran dari setiap individu. Setiap individu yang rasional mempunyai peran besar dalam menekan jumlah angka intoleransi dalam bangsa. Mereka ibaratkan nahkoda yang memegang komando tertinggi terhadap seluruh isi kapal. Sehingga, sikap arogansi dari mayoritas terhadap minoritas bukan menjadi ukuran untuk menghapus agama dari bangsa Indonesia. Kekacauan dalam agama tidak juga menjadi ukuran untuk menilai pesimis terhadap kehadiran agama.

Agama sebagai Good Life

Agar setiap individu bertumbuh menjadi pribadi rasional dan toleransi dalam memandang perbedaan agama. Kita mestinya berpaling pada pemikiran dari Jurgen Habermas, sebagai seorang sosiolog dan filsuf, asal Jerman. Ia melihat fungsi agama sebagai suatu yang integral dalam kehidupan masyarakat. Dia secara optimis mengatakan bahwa nilai agama bisa mengembangkan kehidupan masyarakat. Gagasan yang disumbangkannya adalah melihat dan menilai agama sebagai Good Life.

Habermas menyadari bahwa agama bisa memberikan nilai-nilai moral yang patut diperhitungkan dalam masyarakat dan bahkan oleh liberalisme. Seperti pada tanggal 20 Oktober 2020, Paus Fransiskus mengundang para pemuka agama dan kepercayaan lain untuk bersama-sama mendaraskan doa tentang perdamaian sesama manusia. Paus Fransiskus mengeluarkan Documen “On Human Fraternity for World Peace and Living Together” (Dokumen Persaudaraan Manusia untuk Perdamaian Dunia dan Hidup Bersama), yang telah ditandatanganinya bersama Imam Besar Al-Azhar, Ahmad Al-Tayyeb, pada tahun 2019.  Ini merupakan salah satu tindakan untuk memperjuangkan kerukunan dalam hidup beragama.  

Oleh karena itu, Habermas mengatakan bahwa agama tidak bisa disingkirkan dari masyarakat. Agama sebagai satu-satunya (monopoli) yang mampu menunjukkan fungsi integratif sebagai pandangan dunia menyeluruh. Artinya bukan hanya sekulasisasi yang bisa mengembangkan kehidupan masyarakat, agama juga mempunyai kekuatan yang turut menentukan kehidupan masyarakat. Ia secara optimis mengatakan bahwa orang yang menghayati agama akan memperoleh hidup yang baik (Good Life). Setiap ajaran agama mengandung nilai kebenaran yang melahirkan masyarakat yang bijaksana dalam negara.

Agama sebagai bagian dari Goog Life harus diatasi dengan mengutamakan problem persatuan dalam hidup bersama agar perbedaan tidak dicederai. Mengapa? Sebab negara selalu identik dengan perbedaan atau kemajemukan. Negara itu tidak hanya terdiri dari satu agama, tetapi bermacam-macam agama. Negara Indonesia saja terdiri dari enam agama resmi seperti Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Khonghucu. Perbedaan atau kemajemukan agama justru memperkaya nilai religius dalam negara Indonesia. Dengan itu, Habermas menilai agama sebagai Good Life tidak boleh diabaikan begitu saja asalkan tidak membawa keyakinan pribadi menjadi yang paling benar di antara agama lain. Nilai yang paling benar hanya ditunjukkan lewat sikap dan perbuatan yang didapat oleh masyarakat umum secara rasional. Kebenaran hanya berdasarkan pemikiran individu, kelompok dan golongan tentu bukan lahir dari nilai agama sebagai Good Life.

Kesadaran Masyarakat Indonesia

Melalui pemikiran Habermas jelas bahwa latar belakang terjadinya sikap arogan terhadap perbedaan bukan lagi hanya menyangkut tentang pengertian, pemahaman, pengetahuan atau sikap keagamaan yang dimiliki masyarakat tertentu melainkan sentimen keagamaan yang muncul dari rasio yang keliru. Bagaimana cara memurnikan rasio yang keliru agar sikap arogan lumpuh dari Indonesia? Ini menjadi pekerjaan yang besar dari tokoh agama dan pemerintah dalam meningkatkan kualitas cara berpikir masyarakat terhadap perbedaan agama.

Sejauh ini saya melihat bahwa kesadaran akan peran dan fungsi agama yang hakiki dalam masyarakat sudah tumbuh dalam pribadi tokoh agama dan pemerintah. Seperti negara mulai memberlakukan atau memasukkan pelajaran agama dalam kurikulum nasional. Pelajaran agama merupakan salah satu pelajaran wajib yang harus ada dan diterima oleh semua siswa. Dengan tujuan setiap anak bisa memahami nilai-nilai baik yang ada dalam agamanya masing-masing. Hal ini telah diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, pasal 12, ayat (1) huruf a, mengamanatkan: “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Dengan harapan bahwa kesadaran rasional dengan cara memandang agama sebagai Good Life tumbuh dalam masyarakat. Pendidikan agama di sekolah yang benar mampu menghindari sikap arogan terhadap perbedaan keyakinan.

Masuknya agama dalam kurikulum nasional tentu dengan tujuan setiap orang mendalami agamanya secara rasional. Orang bisa mengenal perannya dalam agama dan mengetahui tujuan hakiki dari ajaran agama. Dengan mengenal ajaran agama dengan baik, peserta didik mampu menjadi jembatan komunikatif dan relasional antara Tuhan dengan manusia dan manusia dengan sesama. Sebab sikap orang yang tidak mengenal peran dan tujuan agama bisa merusak fungsi komunikatif dan relasional dalam agama itu sendiri.

Agama juga perlu memiliki sifat kritis terhadap proses dogmatisasi yang terjadi dalam dirinya. Dogmatisasi dikembalikan pada hakikatnya yang sejati, yaitu sebagai upaya untuk menetapkan kebenaran sejati. Ini menjadi catatan penting bagi tokoh agama sebelum mengajarkan iman kepada umatnya. Dia harus menyakini dengan berbagai pertimbangan yang rasional terhadap ajarannya sebagai kebenaran umum. Kebenaran umum dalam arti bahwa ajarannya bisa diterima oleh masyarakat umum. Sebab dengan menetapkan kebenaran, penghayatan agama mampu mencapai kepercayaan yang pasti dan kokoh dalam membanggun Good Life bagi negara. Kebenaran sejati itu lahir dari pemikiran rasional yang terbuka pada proses reflektif, evaluatif, dan korektif terhadap setiap ajaran.

 

  


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me Andy Darman


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me Andy Darman


Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Pellentesque volutpat volutpat nibh nec posuere. Donec auctor arcut pretium consequat. Contact me Andy Darman

1 komentar: