Just another free Blogger theme

Politik

KOMENTAR ARTIKEL “CEASELESS ACTIVITY TO SEEK PEACE IN LIVING TOGETHER WITH OTHERS. CATHOLICS IN DIALOGUE WITH MUSLIMS”

    Paus Fransiskus disambut hangat Ulama Islam        Rm. Armada Riyanto menuliskan artikel dengan judul “ Ceaseless Activity to Seek Pea...

Senin, 21 November 2022

  

Paus Fransiskus disambut hangat Ulama Islam

       Rm. Armada Riyanto menuliskan artikel dengan judul “Ceaseless Activity to Seek Peace in Living Together with Others. Catholics in Dialogue  with Muslims.” Latar belakang tulisan tersebut merujuk pada Islam disalahartikan dengan kelompok radikal seperti Hamas, Jemaah Islamiyah, Taliban, Al-Qaeda, dan sejenisnya. Menurut Rm. Armada, kita tidak adil apabila memahami Islam dari perspektif keberadaan kelompok radikal atau fundamental tersebut. Dengan itu, kita perlu melakukan dialog untuk memahami kepercayaan atau teologi, sejarah, filsafat, sosiologi dan politik dalam Islam yang sesungguhnya.


       Rm. Armada memberikan 3 (tiga) pertanyaan untuk memulai dialog dengan Islam, yakni on why of dialogue with Islam, on what of Islam: understanding and misunderstanding, dan on how of dialogue with Islam. Jawaban dari pertanyaan tersebut memberikan pemahaman baru tentang Islam. Menurutnya, Islam berarti menyerahkan diri kepada Tuhan. Setiap orang yang menyerahkan diri kepada Tuhan disebut Islam. Karena itu, Rm. Armada mengakui bahwa orang kristen adalah muslim juga.


          Rm. Armada dalam tulisan ini mengajak pembaca untuk memahami Islam dengan dialog agar tidak menimbulkan persepsi yang negatif. Dialog sangat penting dalam mengenal makna dan peran dari agama Islam itu sendiri. Sebab dalam dialog, identitas agama Islam dinyatakan, dimodifikasi dan didefinisikan dalam interaksi sosial.


          Akan tetapi, ia tidak menjelaskan bagaimana Islam sebagai agama mayoritas memberikan pengakuan terhadap agama minoritas. Absennya pengakuan terhadap agama minoritas seringkali menciptakan konflik horintal dalam negari. Konflik horisontal yang sering terjadi seperti memonopoli jabatan politik, gugatan izin bangun Gereja, dan jihad di depan Gereja.


          Konflik horisontal membuat agama minoritas mengalami distorsi identitas, luka psikologi, dan bahkan mengalami kesengsaraan. Hal itu disebabkan karena pengakuan terhadap identitas agama sangat penting sebagai pemenuhan diri (self-fulfillment or self realization). Realisasi self-fulfillment berdampak pada tumbuhnya jiwa nasionalis, seperti empati, tanggung jawab dan toleransi.

Senin, 14 November 2022

Rm. Lintang sedang merayakan Misa Kudus bersama umat dibawa pohon

Kelender Liturgi Gereja Katolik menetapkan satu pekan dalam setiap tahun sebagai minggu panggilan sedunia. Pada minggu panggilan, Gereja memberikan kesempatan kepada kaum religius untuk melakukan aksi panggilan di tengah seluruh umat. Kaum religius diberikan tempat untuk memperkenalkan cara hidup dan karya menurut tuntutan konstitusi setiap keuskupan, ordo dan serikat atau kongregasi.

Untuk menanggapi hal itu, seminari tinggi SVD (Societas Verbi Devini) Surya Wacana-Malang mengadakan aksi panggilan secara virtual/online. Seminari SVD mengundang orang muda katolik (OMK) dari berbagai paroki yang dilayani imam-imam SVD Jawa untuk hadir dalam kegiatan ini. Salah satu imam alumnus Surya Wacana yang menjadi misionari di Afrika diundang untuk memberikan sharing misi.

Kegiatan aksi panggilan virtual dibuka dengan kata sambutan dari Rm. Raymundus I Made Sudhiarsa, sebagai rektor rumah seminari tinggi SVD Surya Wacana. Rm. Ray dalam sambutannya menegaskan bahwa SVD memberikan pendidikan kepada anak-anak muda untuk memiliki mental dalam melayani Gereja. Ia memberikan contoh imam-imam muda di Papua yang dengan gembira melayani umat meskipun secara geografis, budaya dan pendekatan terhadap umat sangat sulit.

Menjadi misionaris bukan membawa mental pribadi untuk dibaca orang lain. Misionaris harus menjadi orang yang siap untuk belajar budaya yang baru. Misionaris perlu memiliki prinsip demikian, “kirim dahulu kopermu, baru kemudian badanmu”, kata Rm. Ray.


Rm. Lintang bersama umat Mozambik

Rm. Agustinus Lintang, SVD sebagai imam misionaris di Mozambik, Afrika Tenggara melakukan sharing misi dengan judul “Dari Perkotaan Turun ke Sebuah Pohon”. Beliau mengambil judul tersebut berangkat dari latar belakangnya dari kota Surabaya yang bermisi ke kampung.

Rm. Lintang mengawali sharing misi dengan menceritakan sejarah panggilan hingga menjadi misionaris di Mozambik. Beliau mengatakan bahwa sejak kecil, dirinya sangat terlibat dalam kegiatan Gereja, seperti misdinar. Dia juga sering mendengarkan sharing misi dari para imam misionaris SVD di paroki Santo Paulus-Juanda Sidoarjo- Keuskupan Surabaya.

Beliau sangat kuat menjadi misionaris karena dipengaruhi oleh film The Mission, Black Panther, novel Silence (Shusaku Endo), dan Majalah National Geographic. Dari situlah Rm. Lintang ingin menjadi misionaris bagi masyarakat Wakanda dan ingin bekerja sama dengan rekan-rekan imam yang tidak sebahasa dan sebudaya.

Rm. Lintang juga menceritakan kesulitan-kesulitan pertama yang dihadapinya di tempat misi. Pertama, bahasa asing. Beliau harus menguasai bahasa portugis dan bahasa daerah. Bahasa portugis sebagai bahasa nasional Afrika Tenggara hanya untuk orang di kota dan bahasa daerah untuk berbicara dengan orang di kampung. Menurutnya, belajar bahasa daerah sangat sulit karena belajar autodidak dan gramatika yang rumit. Kedua, adaptasi makanan. Makanan utama orang Mozambik adalah sima (bubur jagung yang digiling) dan tidak ada nasi dan tempe. Ketiga, wabah malaria. Rm. Lintang sering terkena penyakit malaria yang membuat berat badan turun, tidur tidak nyaman, dan badan terasa pegal. Empat, liturgi yang sangat ekspresif. Bagi orang Mozambik, misa itu sukacita.

Rm. Lintang juga memberikan gambaran umum tentang masyarakat di Mozambik, tempat pelayanan sebagai imam. Populasi penduduk Mozamabik 31, 26 juta (2020) dengan populasi umat katolik terbesar, yakni 31 persen dari jumlah agama-agama lainnya. Akan tetapi, kehadiran umat katolik sebagai mayoritas tidak menjamin sebagai pembawa kesejahteraan bagi penduduk Mozambik. Gereja perlu menyelsaikan berbagai persoalan, seperti angka buta huruf yang tinggi, seks bebas (banyak penduduk yang kena HIV), gizi buruk, dan penduduk Mozambik masih trauma dengan perang saudara tahun 1976-1992.

  

Sabtu, 02 Juli 2022

 

Sumber gambar: CAO, Japan


Masyarakat 5.0 digagas pertama kali oleh pemerintah Jepang. Yuko Harayama menjadi tokoh utama yang mengagas masyarakat 5.0. Masyarakat 5.0 bisa dikatakan sebagai masyarakat super smart dengan pola prilaku yang memanfaatkan Internet of Think (IoT), Big Data, dan Articial Intelegency (AI).


Masyarakat 5.0 diciptakan untuk melengkapi kekurangan yang ditinggalkan oleh masyarakat era sebelumnya. Dimana analisis data penting masih membutuhkan dan mengandalkan kemampuan manusia. Kendaraan seperti mobil masih dikendarai oleh manusia. Demikian juga robot yang bekerja di perusahan masih dikendalikan oleh manusia.


Masyarakat 5.0 merupakan zaman yang memusatkan diri pada manusia untuk menyelasaikan masalah sosial. Pemusatan terhadap manusia bukan berarti kemampuan manusia diandalkan, melainkan teknologi yang mempermudah pekerjaan manusia.


Teknologi menjadi solusi untuk kehidupan manusia yang lebih baik abad sekarang. Mobil dikendarai secara otomatis, AI yang menganalisis Big Data dari berbagai informasi penting, robot bekerja secara otomatis untuk mendukung pekerjaan manusia, dan sebagainya.

Sumber Gambar: CAO, Japan

 

Penulis menyadari tiga bentuk kehidupan yang sangat nampak dalam masyarakat 5.0, yakni;

1.        Teknologi Menjadi bagian dari Hidup Manusia

Sumber gambar: Teknik Biomedis


Manusia sekarang memanfaatkan teknologi untuk kelangsungan hidup harianya. Misalkan pertemuan secara virtual, analisis data, dan sebagainya. Bahkan pembelian barang tidak lagi lewat interaksi fisik, tetapi secara online. Teknologi menjadi pendukung utama kehidupan manusia yang makin praktis.


2.             Keterbatasan Fisik Dikendalikan oleh Teknologi

Sumber gambar: dzcc8wmxcaad03u


Tenaga manusia seperti tidak lagi dibutuhkan dalam masyarakat 5.0. Semua pekerjaan secara otomatis dikendalikan oleh teknologi. Misalkan, pekerjaan di perusahan besar akan dikerjakan oleh robot yang bekerja secara otomatis. Robot memiliki kemampuan seperti manusia yang memiliki inisiatif untuk memproduksi barang, tanpa keterlibatan manusia.


3.        Semua Pekerjaan akan Menjadi Mudah dan Praktis

 



Teknologi akan membantu manusia untuk mengatasi persoalan yang tidak mampu diselesaikan oleh manusia. Misalkan, kemampuan teknologi yang akan membuat manusia hidup untuk selama-lamanya. Menurut penulis buku Homo Deus, Yuval Noah Harari, manusia bisa hidup selamanya dengan mengembangkan sistem rekaya Cyborg bagi tubuh manusia. Manusia mati menurut Harari karena ada kesalahan teknis dalam tubuhnya, bukan kehendak Tuhan.


Jantung berhenti memompa darah, arteri tersumbat oleh timbunan lemak, rendahnya kadar hemoglobin dalam darah, dan penyakit lainnya. Semua ini terjadi karena kerusakan sistem dalam tubuh manusia. Sistem yang rusak bisa diperbaiki dengan sistem rekaya Cyborg agar manusia tetap hidup untuk selama-lamanya.

Rabu, 22 Juni 2022



       Masyarakat Indonesia tidak hanya membutuhkan seorang pemimpin yang mampu membuat suatu kebijakan kenegaraan bagi kepentingan umum, tetapi lebih dari itu. Masyarakat membutuhkan seorang pemimpin yang mampu mewujudkan tujuan dari cita-cita bersama dalam satu negera. Hal inilah yang menjadi kesulitan dari para calon pemimpin dalam membangun kepercayaan masyarakat.

       Penulis telah membaca hasil survey yang dilakukan oleh berbagai lembaga survey tentang nama-nama yang akan tampil di pilpres 2024. Lembaga survey kompas merilis hasil surveynya terkait elektabilitas para tokoh yang maju di pilpres 2024. Beberapa nama yang disebutkan seperti Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Anies Baswedan, Ridwan Kamil, Khofifah Indra Parawansa, Sandiaga Uno, dan Puan Maharani.

       Semua nama yang telah disebutkan lembaga survey kompas memiliki peran sekarang dalam lembaga pemerintah. Mereka menjabat dalam lembaga pemerintah sebagai Menteri, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Gubernur. Mereka memiliki potensi untuk menjadi pemimpin nomor satu dalam negara Indonesia. Akan tetapi, tidak semuanya mampu menjadi pemimpin yang mewujudkan tujuan umum masyarakat Indonesia.

       Penulis menyebutkan tiga indikator atau tolak ukur yang membantu kita dalam memilih pemimpin yang tepat dari nama-nama yang telah disebutkan oleh lembaga survey kompas.

1.        Kehidupan dalam Realitas Sosial

       Kita harus melihat seperti apa dia hidup dalam suatu lingkungan sosial dengan segala ciri dan kualifikasinya. Apakah ia sungguh-sungguh menjadi bagian dari lingkungan sosialnya? Seorang yang cocok menjadi pemimpin adalah orang yang memiliki visi dalam lingkungan sosial, membiarkan dirinya ditarik oleh visi itu, tanpa peduli orang mengikutinya atau tidak, tidak peduli dengan kepentingan tertentu, ia memuaskan dirinya dengan visi yang berguna bagi lingkungannya.

       Dia memiliki perhatian yang total untuk masyarakat di lingkungannya. Sekarang kita lihat nama-nama yang telah disebutkan oleh lembaga survey dalam kehidupan sosial mereka sekarang. Apakah mereka melakukan sesuatu berdasarkan visi yang membangun kepentingan umum atau tidak?

2.        Kebebasan Akal dan Batin

         Dia memiliki kebebasan dalam akal dan batinnya. Mengapa ini menjadi penting? Banyak pemimpin kita itu bekerja di bawah kontrol orang lain. Dia mudah dipengaruhi oleh kelompok-kelompok tertentu. Dia tidak menggunakan akal dan batinnya untuk menunjukkan hakikatnya sebagai pemimpin. Dengan itu, kita bisa menyaksikan bersama bahwa banyak pemimpin itu menggunakan kebebasanya untuk menguntungkan kelompok tertentu dan memanipulasi kelompok lain. Ini yang perlu kita hindari bersama-bersama.

       Pemimpin yang baik itu, pemimpin yang mengunakan kebebasan demi kebaikan diri dan orang lain. Kebebasan ini memampukan dia bukan hanya untuk menyampaikan kebenaran kepada diri dan kelompoknya, tetapi juga menyatakan kebenaran untuk umum.

3.        Aktivitas yang Benar

Dia mampu melakukan suatu aktivitas yang benar. Aktivitas yang benar itu ditunjukkan dalam sikap yang tepat dan tingkah laku yang benar. Seorang pemimpin tidak hanya secara meyakinkan mampu bicara tentang kebenaran kepada orang lain. Pemimpin bukan saja mampu menceritakan kebenaran hanya dalam kata-kata, melainkan dia juga harus menunjukkan kebenaran lewat sikap, tingkah laku, dan hidupnya sendiri.

****

Semua kita tentu memimpikan pemimpin yang unggul, kuat dan berani mengambil sikap dan keputusan yang penuh resiko untuk kepentingan negara. Tiga kriteria di atas bisa menjadi pegangan kita dalam menentukan pemimpin yang tepat untuk pilpres 2024. 

 

 

Senin, 20 Juni 2022

 

Gambar: Kelas III SD Katolik Sta. Maria I-Malang, Jawa Timur

Peran kurikulum dalam mengembangkan kemampuan berpikir kritis sangat penting untuk para murid Indonesia sekarang. Rancangan pendidikan yang termuat dalam kurikulum mampu membentuk murid yang tidak terpisah dengan perkembangan masyarakat. Semua potensi murid dikembangkan sesuai tuntutan kurikulum dalam menjawabi kebutuhan di tengah masyarakat.

Menurut Buchori sebagai pengamat perkembangan pendidikan, kurikulum pendidikan yang baik pada hakikatnya harus bersifat antisipatoris dan prepatoris, selalu mengacu ke masa depan, dan selalu mempersiapkan murid untuk kehidupan masa depan yang lebih baik, bermutu dan bermakna. Dengan itu, kurikulum Indonesia setelah mengalami perubahan sebanyak 12 (dua belas) kali, dari tahun 1947, 1950, 1958, 1969, 1968, 1975, 1986, 1994, 2004, 2006, dan kurikulum 2013 untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan masyarakat.

Akan tetapi, penulis memiliki perbedaan pandangan terkait penekanan dari kurikulum yang dirancang pemerintah Indonesia. Kurikulum yang dirancang sejak tahun 1947 sampai 2013 masih didominasi oleh pandangan perenialisme dan esensialisme. Konten kurikulum yang lebih banyak menekankan murid pada penguasaan konsep, teori dan hal yang terkait dengan disiplin ilmu. Murid lebih banyak belajar dengan mengkaji teks-teks dalam memahami suatu fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Mereka tidak terlibat dalam menganalisis atau mengkritisi masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat.

Para murid Indonesia dewasa ini mengikuti kurikulum 2013 sebagai acuan dalam proses pendidikan nasional. Secara eksplisit dikatakan bahwa kurikulum 2013 tidak mengikuti satu aliran filsafat pendidikan, baik aliran filsafat perenialisme, esensialisme, progresivisme, dan rekonstruksionisme. Kurikulum 2013 mengikuti aliran-aliran filsafat tersebut secara eklektik (pengabungan dari semua aliran filsafat). Akan tetapi, penulis memahami kurikulum 2013 lebih bercorak pada filsafat perenialisme dan esensialisme.

Pertama, perenialisme. Murid dididik untuk menjadi pribadi yang rasional dengan lebih banyak mempelajari ilmu masa lampau dari teks-teks. Peran dari murid juga sangat pasif, guru justru yang lebih aktif dalam membentuk cara berpikir murid. Guru dipandang sebagai pribadi yang memiliki kualifikasi akademik dalam menjelaskan suatu pengetahuan. Misalkan, guru lebih banyak menyampaikan pengetahuan secara lisan dan menggunakan metode sokrates (bertanya) untuk membentuk pikiran rasional murid. Kedua, esensialisme. Murid didorong untuk lebih banyak memahami konsep, prinsip-prinsip dan teori-teori ilmiah dari berbagai bidang studi, agar mereka menjadi orang yang memiliki kemampuan intelektual yang memadai. Mereka lebih banyak ditekankan pada keterampilan membaca, menalar dan beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

Konsekuensi dari kurikulum 2013 adalah murid menjadi pembelajar yang hanya bisa transfer pengetahuan dan keterampilan dari gurunya dan teks-teks. Peran dari guru lebih penting dari pada pengembangan inisiatif murid dalam belajar. Murid tidak memiliki kecakapan menalar yang lahir dari pemikiran sendiri, melainkan menalar sesuatu berdasarkan pemikiran tokoh tertentu.

Kurikulum Merdeka

Kurikulum Pendidikan Nasional Indonesia dewasa ini mestinya lebih menekankan pada corak rekonstruksionisme daripada perenialisme dan esensialisme. Murid tidak hanya menekankan segi kognitif, melainkan mereka mampu merekonstruksi masyarakat melalui analisis yang kritis. Mereka didorong untuk lebih banyak melakukan metode riset sosial, dan analisis problem sosial, ekonomi dan politik. Fokus pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan konteks kebutuhan masyarakat sekaran dan yang akan dantang. Dengan itu, murid mengetahui secara jelas realitas kehidupan masyarakat Indonesia yang sebenarnya, masalah-masalah dalam bangsa dan transformasi sosial yang perlu dilakukan untuk kemajuan bangsa.

Penulis mengharapkan rancangan kurikulum merdeka yang baru berdasarkan pada pandangan aliran rekonstruksionisme. Kurikulum merdeka mampu mewujudkan; (a) Murid yang memiliki keterampilan atau sifat yang dibutuhkan zaman sekarang. (b) Murid yang memiliki pola pikir dan hidup sesuai dengan nilai-nilai budaya yang ada di Indonesia. Dengan itu, sistem pendidikan Indonesia selalu aktual karena penekanan pembelajaran bagi peserta didik selalu berdasarkan kepentingan Indonesia yang sudah ada dan yang akan datang.

Murid sekarang juga sedah masuk dalam zaman millenial atau gerasi Z (generation net) yang terbiasa dengan internet. Kehadiran internet mendorong murid sekarang masuk dalam budaya yang serba cepat dan tak tahan dengan hal-hal yang lambat. Mereka juga dapat memperoleh informasi dari berbagai penjuru dunia setiap saat melalui internet. Dengan itu, kurikulum merdeka perlu menekankan kemampuan murid dalam menganalisis secara kritis, memilih, dan mengambil keputusan dalam hidup. Murid memiliki kemampuan dalam memilah informasi yang positif dan negatif yang tersebar di internet. 

Cara pandang murid yang menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber pengetahuan mesti diubah dengan cepat. Peran guru juga sebagai pribadi yang menjelaskan pengetahuan kepada murid mesti dikurangi dalam kurikulum merdeka. Guru hanya berperan sebagai fasilitator atau teman dalam membantu murid untuk memahami dan menyadari masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Murid yang lebih berkreatifitas dalam menganalisis secara kritis dan menemukan jawaban atas masalah-masalah dalam bangsa. Oleh karena itu, materi pendidikan yang ditekankan dalam kurikulum merdeka harus disesuaikan dengan realitas yang terjadi di masyarakat dan berpedoman pada kebutuhan masyarkaat.

  

Jumat, 20 Mei 2022




 Perkembangan media digital menjadi keniscayaan yang tidak dapat dipungkiri di abad ke-21 sekarang. Dia layaknya seperti oksigen, tanpanya manusia bisa menjadi invisible. Pengguna media menciptakan jutaan ide dan kreatifitas untuk dinikmati banyak orang. Mereka memberikan beragam informasi yang secara cepat ke masyarakat melalui platform-platform yang sudah tersedia.


Bahkan Paus Fransiskus pernah berkata; Media digital  adalah sesuatu yang sungguh baik, dan hadiah dari Tuhan. Marilah kita berani menjadi warga dunia. Biarkan komunikasi kita menjadi balsem yang mengurangi rasa sakit. Paus Fransiskus memberi penilain yang positif terhadap perkembangan berbagai media digital. Dia menjadikan media digital sebagai obat yang bisa menyembuhkan penyakit bagi umat yang merasa kehilangan eksistensi. Melalui media digital, kita menemukan jawaban terhadap pertanyaan yang menjadi kegalauan dalam diri.


Namun, tidak sedikit pengguna media digital yang menciptakan beragam kasus dan ada juga yang berujung dipolisikan. Mulai dari youtubers, selegram hingga tik-tokers seringkali  menjadi objek amarah netizen. Yang menjadi keanehannya adalah kasus yang dilakukan setiap hari selalu sama, yakni ujaran kebencian terhadap sesama. Seperti seorang wanita yang melakukan ujaran kebencian terhadap seorang penyanyi bernama Betrand Peto Putra Onsu. Dia melecehkan Betrand di media digital dengan menyebut Betrand sebagai anak pungut. Kejadian seperti ini terus berulang dan bukan hanya kepada Betrand, Presiden pun seringkali dihina seperti dengan kata kecebong, dunggu dan sebagainya.


Lalu kenapa kejadian ini terus berulang? Sepertinya apresiasi melalui media digital menjadi goals yang menggiurkan banyak orang. Pengguna media digital tidak peduli dengan informasi yang diberikannya baik atau buruk, melainkan hanya peduli dengan keberadaannya di media diketahui banyak orang. Dia hanya mencari seberapa viewrs, likes dan followers terhadapa argumen yang dilontarkan lewat media digital. Apresiasi terhadap dirinya bukan dinilai dari motivasinya melainkan sensasi yang mencuri perhatian masyarakat. Akibatnya sensasi terasa sebagai suatu prestasi bagi disebagian pengguna media digital.


Persoalan di atas sesungguhnya terjadi akibat keterbatasan literasi digital di kalangan pengguna media. Keterbatasan literasi menjadikan pengguna media latah di ruang yang tidak terbatas itu. Mereka tidak berpikir bahwa setiap goyangan jempol membutuhkan pertanggung jawaban. Microsoft sebagai raksasa teknologi terbesar di dunia telah membuktikan keterbatasan literasi itu melalui survey terhadap pengguna media digital di Asia Tenggara. Hasil survey menemukan bahwa warganet Indonesia merupakan pengguna internet paling tidak sopan di Asia Tenggara. Bahkan warganet Indonesia berada di posisi 29 dari 32 negara yang telah disurvey oleh Microsoft. Warganet Indonesia hanya lebih unggul dari warganet Meksiko dan Rusia untuk ukuran dunia.


Hasil survey Microsoft ini mengambarkan bahwa warganet Indonesia hidup dalam realitas yang cukup seram. Kita belum terlalu bijak dan punya daya filter yang kritis dalam menggunakan media digital. Kita terlalu terpesona dengan mengejar sensasi yang membuat diri tengelam dan hanyut dalam arus perkembangan zaman. Daya etika, moral dan iman sepertinya diabaikan dalam diri warganet Indonesia. Hal itu terbukti dari hasil survey Microsoft yang menilai tiga risiko online terbesar warganet Indonesia, yakni berita bohong (hoaks) dan scams, ujaran kebencian dan diskriminasi.


Keterbatasan literasi digital menunjukkan bahwa warganet Indonesia tidak menampilkan eksistensinya dalam media digital. Mereka tidak mampu menjadi aktor bagi hidupnya sendiri yang bereksistensi. Mereka hidup menurut pola mekanis dan mengejar sensasi, bukan berdasarkan pilihan-pilihan secara personal dan subyektif. Sehingga, warganet Indonesia seringkali menjadi pribadi yang hanyut dalam kerumunan, tidak aktif mengarahkan hidupnya sendiri menuju kebenaran atau sesuatu yang baik. Mereka tidak menampilkan pribadi yang autentik dalam media digital.


Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855) adalah filsuf pertama yang memperkenalkan istilah eksistensi menurut pengertian yang dipakai di zaman sekarang. Kierkegaard mengandaikan eksistensi manusia sebagai aktor kehidupan yang berani mengambil keputusan dasariah bagi arah hidupnya sendiri. Untuk menjelaskan maksud kata eksistensi, dia memberikan sebuah ilustrasi. Dia mengatakan ada dua orang kusir mengendarai keretanya masing-masing. Kusir pertama memegang kendali kuda-kudanya sambil tertidur, sementara kuda-kudanya bergerak ke arah yang keliru. Kusir kedua dengan sadar mengendalikan kuda-kudanya kearah yang benar. Bagi Kierdegaard, keduanya bisa disebut kusir, tetapi hanya kusir kedualah yang benar-benar kusir. Kusir kedua memiliki eksistensi karena mampu mengarahkan kuda-kudanya ke jalur yang benar.


Warganet Indonesia mestinya menjadi kusir kedua, yang tetap menyadari sebagai pribadi yang bereksistensi dalam media digital. Mereka memiliki kesadaran dalam mengunggah dan memberi komentar di media digital. Mereka tidak kehilangan kesadaran hanya ingin mengejar sensasi. Oleh karena itu, marilah berekspresi yang benar demi menikmati apresiasi dan bukan hujatan. Serta ingatlah selalu bahwa siapapun boleh bercanda dalam ruang yang tidak terbatas itu. Karena dunia media digital tidak sekaku kuku tangan atau kaki. Hanya warganet tetap ingat bahwa ada tempat dan waktu yang menjadi batasan dalam bersosialisasi di media digital. Dengan mengetahui batas dan ukuran, warganet tetap menjadi pribadi yang memiliki eksistensi seperti yang dimaksudkan oleh Kierkegaard.


Paus Benediktus XVI yang dianggap pribadi yang suci pun mendukung umatnya  untuk terlibat dalam media digital. Media digital bisa menjadi tempat bagi orang Katolik untuk menunjukkan eksistensinya sebagai laskar Kristus. Akan tetapi, Paus mengingatkan bahwa umat Katolik tidak hadir saja, tidak hanya sekedar ada di media digital, tetapi hadir dalam media digital sebagai saksi-saksi Injil yang setia, bisa menghadirkan suara-suara yang berbeda dari yang disediakan oleh pasar atau bisnis dunia digital. Orang Katolik menjadi pewarta yang benar sesuai dengan jati dirinya sebagai pengikuti Kristus.


Peran Pemerintah



Demi menekan warganet terkena kasus pidana, Kepolisian Republik Indonesia juga menerapkan polisi virtual di media digital. Polisi virtual mempunyai kewajiban untuk memberikan teguran kepada warganet yang diduga melanggar UU ITE. Tegurannya berupan pesan melalui whatsapp atau media lainnya yang berupa edukasi dan peringatan. Saya merasa ini suatu langkah yang baik untuk memastikan bahwa warganet Indonesia tidak mengunggah konten yang bermuatan pidana. Warganet bisa memahami batasan-batasan yang tidak terjebak dalam pidana dalam memanfaatkan media digital.


Selain pengawasan dari polisi virtual, tindakan praktis yang dilakukan adalah membaca ketentuan (terms) platform. Banyak orang hanya menggunakan platform tertentu tanpa mempelajari terlebih dahulu ketentuannya. Hal ini yang kemudian semakin me-mayakan batasan interaksi sosial dalam media. Pada hal kehadiran aturan yang disertai dengan pemahaman setidaknya dapat memperjelas garis demarkasi dalam interaksi lewat media. Dengan memperhatikan aturan setiap platform, kita tetap berpulang pada kesadaran pribadi. Seperti pepatah lama yang mengatakan; Diri sendirilah tempat pulangnya suatu tindakan. Berani berbuat, berani pula bertanggung jawab.


Kehadiran polisi virtual mendapat penolakkan dari pegiat hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar. Dia menilai polisi virtual berisiko melanggar ranah privasi masyarakat. Namun, pihak kepolisian tetap menerapkan polisi virtual demi warganet tidak terperangkap dalam komunikasi vulgar. Mengenai melanggar ranah privasi masyarakat, polisi pun dapat dikenakan pidana apabila membongkar privasi masyarakat. Semua ketentuan tersebut sudah diatur dalam undang-undang.   

  

Selasa, 17 Mei 2022

                                                 ðŸ“·Br. Virgilius Susu

Kedewasaan berpolitik selalu berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia. Semakin baik kualitas sumber daya manusia, semakin terbuka untuk menyebarluaskan dan mempraktikan gagasan yang benar di hadapan publik.


Sejak munculnya Orde Baru hingga proses konsolidasi demokrasi pasca reformasi pada tahun 1998, politik menjadi sebuah pergumulan yang luar biasa dalam kehidupan negara kita. Politik bukan lagi menjadi sebuah strategi yang tepat untuk mewujudkan kedamaian dalam menghadapi musuh seperti kolonisme dan komunisme. Politik justru menjadi alat untuk memobilisasi kekuatan dari para penguasa terhadap rakyat kecil.


Para penguasa mengutamakan kepentingan diri dan kelompok di atas kepentingan bersama. Di setiap lembaga politik selalu ditempati oleh genus yang sama. Yang bukan satu genus sepertinya tidak berada dalam posisi sebagai penguasa. Selanjutnya, ada pemaksaan kehendak kepada rakyat untuk selalu menanggapi secara positif setiap keputusan politik. Rakyat tidak diberikan kesempatan untuk secara kritis menanggapi kebijakan para penguasa.


Dengan demikian, kehidupan yang terbentuk dalam negara secara alamiah ialah terpolarisasi antara yang kuat dengan yang lemah. Penguasa tetap berdiri di atas pundak rakyat yang lemah dan rakyat yang lemah menjadi pengabdi bagi kepentingan penguasa. Situasi demikian berakhir oleh munculnya aksi demonstrasi mahasiswa tahun 1998.


Di bawah payung pergerakkan reformasi, politik di negara kita memasuki suasana baru yang lebih terbuka terhadap publik. Negara Indonesia bukan lagi suatu negara untuk para penguasa atau untuk golongan tertentu, melainkan negara yang didirikan untuk semua kepentingan rakyat Indonesia. Semua rakyat diberikan kebebasan untuk menampilkan diri sebagai peserta aktif dalam politik. Undang-Undang memberikan kebebasan kepada publik untuk mengungkapkan pendapatnya, lalu bertanggung jawab terhadap pendapat itu.


Suara rakyat Indonesia selalu diperhitungkan dan didengarkan oleh pemerintah. Kehidupan bangsa tidak lagi terpolarisasi antara yang kuat dan lemah (situasi tuan dan hamba), melainkan semua orang mendapat hak dan kesempatan yang sama. Rakyak bebas menyampaikan pendapat berupa kritikan dan saran kepada pemerintah.


Politik mengubah wajahnya ke dalam suasana yang lebih terbuka. Rakyat mendapatkan kedudukan yang sama di hadapan hukum. Kebebasan rakyat untuk menyatakan pendapatnya tidak dibatasi oleh pemerintah. Namun, semakin diberikan kebebasan untuk menyatakan pendapat di hadapan publik, banyak pribadi yang aktif dalam perpolitikan tidak lagi mengenal dan memahami nilai-nilai ideal yang terkandung dalam sistem politik.


Banyak pribadi mengungkapkan pendapat yang tidak sesuai dengan kebenaran. Mereka membuat suatu narasi dan memaparkan data hasil rekaan. Semua data dan narasi tidak berdasarkan situasi yang terjadi secara nyata. Tindakkan seperti ini mengambarkan bahwa kualitas kita sangat rendah. Tetapi tindakkan seperti ini sering terjadi di tanah air.


Pada dasarnya, politik berarti sebuah strategi atau siasat. Strategi yang dimaksudkan adalah sebuah jalan untuk mencapai kesejahteraan bersama. Jalan itu tidak mengesampingkan kebenaran. Dengan demikian, sejatinya politik in se (dalam dirinya) memiliki maksud yang luhur. Di samping itu Politik sebagai suatu siasat disandingkan dengan etika. Maksudnya, politik dijalani seiring dengan nilai-nilai etis. Bahkan, etiket juga mesti dijunjung tinggi dalam berpolitik. Dalam hal ini, kesantunan mendapatkan tempatnya dalam perpolitikan.


Akan tetapi, situasi akhir-akhir ini amat merisaukan. Politik dijalani dengan siasat yang jauh dari tindakan etis. Ujaran kebencian, keberingasan dan kegeraman dalam berpendapat menunjukkan hal yang dimaksud. Terlebih, membenarkan ketidak-benaran seolah menjadi hal yang lumrah. Itulah salah satu hal penyebab kebisingan politik di tanah air.


Misalkan di tengah situasi pendemi sekarang, kita bukannya bersatu bersama pemerintah, tetapi masih banyak pribadi yang dengan aktif mengacungkan kritik yang pedas terhadap kinerja pemerintah. Mereka menyatakan ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintah dalam menangani wabah Covid-19. Pemerintah dinilai menutup-nutupi data, lamban dalam pencegahan Covid-19 dan tidak bertanggung jawab terhadap kemerosotan ekonomi rakyat.


Politik yang bertujuan membentuk dan menumbuhkan kecerdasan serta kesadaran untuk mencapai kebenaran justru tidak memiliki tempatnya. Banyak orang mengklaim diri sebagai orang yang benar di hadapan publik. Mereka mempengaruhi publik dengan merangkai kata-kata yang terkesan indah dan menarik simpati. Mereka berbicara dengan menampilkan data rekaan dan narasi yang tidak sesuai fakta. Data-data dan narasi yang dipaparkan selalu berdasarkan versi pribadi, lalu diklaim benar.


Aristoteles mengatakan bahwa kebenaran berarti selaras dengan apa adanya, peristiwa dan realitasnya. Kebenaran itu selalu dibicarakan dari sesuatu yang realitas. Jika tidak sesuai realitas, itu sebuah ketidak-benaran. Ini merupakan pendapat yang sudah tidak asing lagi di telinga semua orang. Sesuatu yang tidak sesuai realitas harus dihindari, yang benar harus dilakukan dan diusahakan di tanah air.


Yang benar adalah itu yang mampu mendidik bangsa untuk tidak menciptakan kebisingan dalam berpolitik. Sehingga dahulu Plato selalu mengatakan kepada murid-muridnya untuk selalu menggenggam kebenaran. Baginya, dalam cara yang benar, kita tidak akan menemukan kesulitan dan semuanya tidak lagi tampak aneh. Maka, perlu ada verifikasi terhadap setiap data dan narasi yang ingin dipaparkan ke publik.


Di sini, negara perlu membongkar perilaku gelap dari setiap kelompok yang berusaha membenarkan ketidak-benaran, dan memberikan hukuman yang tegas bagi pelaku rekaan (hoax). Ketegasan itulah yang mengembalikan politik kepada strategi yang benar dan etis sesuai jati dirinya.